Friday, October 24, 2008

Hongkong: Menjelajah Pasar Bowrington

Menjelajah pasar tradisional bersama istri tercinta selalu menyenangkan. Makanya sewaktu liputan ke Hongkong, Agustus 2007 lalu saya sempatkan mampir ke pasar setempat. Ini tulisan yang tidak saya pasang di Detikcom.

Tempat itu adalah Bowrington Road Market di kawasan Wanchai, Hongkong. 2 Bangunan masing-masing 2 lantai yang saling berhadapan. Mirip dengan model pasar-pasar punya pemerintah kota di Indonesia. Termasuk lantai ubinnya yang agak becek-becek.

Saya penasaran dengan apa saja yang dijual di pasar ini. Bermacam sayur beraneka warna sungguh menarik mata. Namun sebenarnya hampir semua sama dengan yang dijual di Indonesia. Bayam, kangkung, tomat, kentang. Tapi tentunya sayur-sayur khas Cina lebih banyak dijual seperti Cay Sim atau Bok Choy.

Sampai ke bagian daging, apalagi kalau bukan para penjual daging Babi. Banyak banget kaki babi bergantungan dan juga irisan daging berwarna pink ini dijual. Agak-agak geli saya segera beralih ke penjual ayam.

Wabah Flu Burung juga menjadi ancaman serius di Hongkong. Beraneka poster himbauan pemerintah menempel di tembok pasar. Para pembeli tidak diperkenankan menyentuh ayam hidup yang dijual. Mereka tinggal menunjuk nanti sang penjual akan menjagal ayam itu untuk anda.

Los daging ikan juga menarik untuk dikunjungi. Meja-meja bertaburan es serut dipenuhi ikan-ikan yang berjejer rapi. Orang Hongkong suka juga menyantap ikan terutama Kerapu (Grouper Fish). Namun Hongkong bukanlah daerah penghasil ikan yang banyak. Ikan-ikan diambil dari daerah lain seperti..... Indonesia. Mungkin dengan illegal fishing hehehe.

Kemana umat Islam mencari daging halal? Tidak usah bingung, Bowrington juga memiliki daging halal yang dijual orang-orang Pakistan.

Pasar yang merupakan tempat berinteraksi penjual dan pembeli menjadi potret keseharian masyarakat setempat. Ini selalu menjadi resep jitu memahami kebudayaan setempat. Datangi saja pasar tradisionalnya, seperti di Bowrington.

Thursday, October 23, 2008

Hongkong: Campursari di Pennington


Jauh dari kampung halaman, tentu membuat para TKI di Hongkong rindu. Rindu makanannya sampai rindu lagu campursari Didi Kempot. Ada satu tempat yang bisa mengobati rindu mereka.

Di Pennington Street, Causeway Bay, Hongkong, ada tempat bernama Warung Malang yang menjadi tempat para TKI mengobati kangen kampung halaman. Tidak hanya menjual masakan Indonesia, Warung Malang juga menjual lagu-lagu Indonesia terutama lagu-lagu Jawa.

Pemiliknya adalah pasangan Mochamad Nurali dan Katinem. Nurali yang pensiunan staf Konjen RI di Hongkong, merintis usaha kuliner bersama sang istri. Katinem memang memiliki bakat memasak dan usaha rumah makan dari orangtuanya.

"Tahun 1998, Bapak pensiun, terus buka warung Malang," ujar Katinem yang ditemui saya di sela kesibukannya melayani pelanggan, Kamis (20/8/2007) lalu.

Nama Warung Malang dipilih wanita yang dipanggil Bu Kat ini karena banyak pelanggannya merupakan TKI asal Malang. Di restoran berukuran 90 meter persegi ini, dia menjual masakan khas Indonesia antara lain gado-gado, sayur asem dan bakwan. Warung Malang juga menjual kaset-kaset lagu Indonesia.

Kaset-kaset ini dipajang di dekat kassa. Ada lagu Campursari Didi Kempot, lagu berirama gambus, Jathilan khas Jawa Timur, dangdut atau kaset-kaset pengajian. Lagu-lagu penyanyi pop idola TKI juga ada seperti Siti Nurhaliza atau grup nasyid Malaysia Raihan. Kaset-kaset ini dihargai HK$ 20-30. "Lumayan, Mas. Banyak yang beli," kata dia.

Menurut Bu Kat, pelanggannya terus meningkat seiring bertambahnya jumlah TKI di Hong Kong. Tidak hanya TKI, pegawai Konjen RI pun menjadi langganannya. Warga Hongkong dan bule-bule pun kerap mendatangi Warung Malang.

"Makanan saya dijamin halal. Pernah ada orang Malaysia, cuma mau makan di sini. Dia dapat nama Warung Malang dari internet. Saya nggak tahu siapa yang masang," Katinem tersenyum.

Rupanya Katinem tidak menyadari, kalau Warung Malang termasuk dalam daftar restoran halal yang dimuat di situs resmi The Islamic Union of Hongkong. Bagi dia, yang penting, usahanya banjir pembeli setiap hari. Memang berapa sih omset Bu Kat dalam sehari?


"Jangan ah, itu rahasia. Hahaha...," Katinem pun tertawa penuh arti.

Hongkong: Dahsyatnya Tarif Parkir Mobil


Hongkong hanya memiliki wilayah terbatas untuk 7 juta penduduknya. Lahan parkir mobil pun menjadi barang mewah. Tarif parkir dipatok tinggi dan bisa membuat dahi berkerut.

Secara umum, mobil dilarang parkir di pinggir jalan, untuk di seluruh wilayah Hongkong. Mobil hanya boleh berhenti untuk menunggu dan menaikturunkan penumpang atau barang. Taksi pun,
jika tidak distop di pinggir jalan oleh penumpang, hanya boleh mencari penumpang di pinggir jalan bertanda khusus saja.

Jangan coba-coba memarkirkan kendaraan Anda di tepi jalan. Aparat tidak segan-segan menilang atau bahkan menderek mobil Anda tanpa pemberitahuan. Mobil-mobil di Hongkong hanya boleh parkir di tempat khusus.

Hal itu yang menyebabkan kebutuhan akan gedung parkir amat tinggi. Gedung parkir memang dengan mudah ditemukan, karena sering menyatu dengan apartemen, pertokoan dan perkantoran.

Namun yang membuat sakit hati adalah tarifnya yang tinggi. Tempat parkir di Causeway Bay memasang tarif HK$ 16 untuk satu jam atau sekitar Rp 19.200. Sekadar perbandingan, sebuah burger lezat di McDonald Hongkong hanya HK $ 11.

Parkir di kawasan Central yang merupakan Sudirman-nya Hongkong, tarifnya lebih mahal lagi. Parkir pada jam kerja di Mack Parking dibandrol HK$ 150 atau Rp 180.000 untuk 12 jam parkir.

Agar lebih murah, sejumlah tempat parkir juga menawarkan parkir bulanan. Harganya pun dahsyat. Sebuah tempat parkir di Causeway Bay, tepat di sebelah kantor Konjen RI, memasang tarif bulanan HK$ 2.800 atau Rp 3.360.000. Gaji PNS Indonesia dijamin ludes hanya untuk membayar parkir di Hongkong.

"Makanya kita nggak beli mobil di sini. Parkirnya gila," celetuk Konsul Sosial Budaya Nugroho Aribhimo kepada saya, Kamis (16/8/2007).

Namun untung saja tarif parkir mahal ini diimbangi dengan layanan transportasi publik yang terpadu. Jika Anda tidak memiliki mobil pun, ada bus kota, kereta bawah tanah, tram, dan taksi yang siap mengantar anda ke mana saja.

Hongkong: Seabad Tram di Jalanan

Dengan usia 100 tahun lebih, tram masih bertahan di jalanan kota Hong Kong. Tram melayani penumpang mulai dari Kennedy Town di sisi barat Pulau Hong Kong hingga Shau Kei Wan di sebelah timur. Di tengah-tengah trayek ini, ada juga jalur yang membelok ke selatan menuju Happy Valley.

Saya berkesempatan menggunakan tram sepulang dari Masjid Ammar di daerah Wanchai, menuju Kantor Konsulat Jenderal RI di Causeway Bay, Kamis (16/8/2007). Saya memilih naik dari Hennessy Road yang paling dekat dengan masjid.


Jalur tram yang berada di tengah-tengah jalan raya hanya memiliki stasiun-stasiun sederhana yang lebih mirip halte bus. Penumpang tinggal langsung naik dan membayar sebelum turun. Jauh dekat tarifnya sama, HK$ 2 untuk dewasa, HK$ 1 untuk anak-anak dan manula.

Kereta tram yang memiliki 2 tingkat ini sungguh antik. Mesti tubuh gerbongnya penuh berbalut iklan, desainnya masih sama dengan saat kendaraan bertenaga listrik ini beroperasi pertama kali pada 1904.

Gerbong tram hanya memiliki lebar 2 meter. Langit-langit kabin penumpangnya pun setinggi 2 meter kurang, nyaris setinggi kepala penumpang. Para pemain basket yang naik tram pasti terpaksa menunduk-nunduk.

Gerbong berbahan besi ini pada bagian dalamnya masih menggunakan kayu-kayu yang tampak tua untuk membingkai kabin penumpang. Tempat duduk penumpang yang saling berhadapan pun dibuat sederhana, hanya dipan kayu. Tidak ada AC, penumpang cukup mendapatkan angin dari jendela yang dibuka lebar.

Tidak usah berharap tram berlari kencang seperti KRL Jabotabek. Tram melaju santai-santai saja. Bus kota masih melaju lebih cepat daripada tram. Tram pun tidak memiliki hak istimewa selain jalur khusus di tengah jalan raya. Jika berhadapan dengan lampu merah, tram harus ikut berhenti bersama bus kota, taksi dan mobil pribadi.

Pada abad ke 21 ini, tram harus bersaing dengan transportasi publik lain yang lebih moderen, termasuk kereta bawah tanah. Namun tram tetap bertahan sebagai warisan sejarah, selain harga tiketnya yang paling murah.

Hongkong: Menikmati Pagi di Victoria Park

Pulang dari Macau itu sudah nyaris subuh. Hari ini pun tidak ada agenda liputan. Dengan memaksakan badan, gue pun bergerak mencari sejumlah obyek liputan feature. Gue memulai dari Victoria Park. Hutan kota di tengah hutan beton Hong Kong.

Victoria Park merupakan taman kota multi fungsi. Selain berfungsi sebagai paru-paru kota, di sinilah tempat masyarakat berolah raga atau piknik bersama keluarga. Konsulat Jenderal RI di Hongkong juga pernah menggelar lomba 17 Agustus untuk TKI di taman ini.

Gue berkeliling taman ini pada Kamis (16/8/2007). Banyak kaum manula datang ke taman ini pada pagi hari. Di berbagai sudut taman, mereka berlatih Tai Chi. Praktik ratusan tahun yang menjadi rahasia kesehatan bangsa Cina.

Ada juga yang berlatih Wushu dengan alat bantu pedang, tongkat, atau kipas. Sejumlah TKI tampak mendampingi para manula ini yang merupakan majikan mereka. Sementara kaum mudanya memilih senam aerobik yang lebih enerjik.

Jogging track juga diramaikan oleh kaum muda yang berlari mengelilingi lapangan rumput seluas 200x100 meter. 6 Lapangan sepakbola berlantai semen juga diramaikan anak-anak SD bermain sepakbola.

Selain itu, Victoria Park masih dilengkapi dengan 12 lapangan tenis, kolam renang, lapangan handball, restoran, dan kolam air mancur. Di Pulau Hongkong yang terlalu banyak gedung beton, ruang terbuka hijau di Victoria Park sungguh melegakan. Hmmm... segaaar.

Tuesday, October 21, 2008

Manusia Hanya Berencana........

Hari Jumat 12 September 2008 menjadi hari yang mengejutkan. Desti memforward email DAAD yang bilang kalau visa gue dan Zahra tidak bisa diloloskan kantor Imigrasi Berlin dengan alasan masa studi Desti cuma 1,5 tahun. Gue merasa menubruk tembok besar.

Segala usaha satu tahun terakhir berhenti detik itu juga. Kami berhadapan dengan kenyataan pahit kalau semua akan terpisah, Desti di Berlin, gue di Jakarta, Zahra di Cirebon sampai tahun depan. Chatting sore hari itu penuh dengan rasa sesak di dada dan air mata.

Life must go on. Kita sangat percaya Allah menyiapkan yang terbaik ketika kita berdoa meminta yang terbaik. Manusia hanya berencana, tapi kita tidak tahu rencana-Nya. Sabar dan ikhlas kembali menjadi dua kata yang sangat berat untuk dijalankan.

Malamnya Ikhsan, Abie, dan Nyoman menghibur gue dengan berkaleng-kaleng soda dan batang coklat sampai waktu sahur tiba (thanks guys!). Gue dan Desti pun kembali menyusun kepingan optimisme kami. Ya udah, Desti kuliah, gue tetap jadi wartawan Detikcom. We tried the best and will keep doing so. Tapi ternyata, kejutan belum berakhir.

Jumat 19 September 2008, sebuah telepon dari Kedubes Jerman di Jakarta, masuk saat kaki sedang melangkah ke mesjid untuk Jumatan. Visa kami diterima......... Semua orang dan keluarga bilang ini ajaib. Gue bilang ini berkah Ramadhan.

Komentar gue...... jangan berprasangka buruk kepada-Nya. Dia punya janji untuk orang-orang yang mau bersabar. Seberapa jauh kita mau percaya kalau Allah menyiapkan yang terbaik untuk mereka yang mau berusaha.

Wahai Engkau yang maha membolak balik perasaan, terima kasih sudah mengingatkan kami yang lemah ini akan arti sabar, ikhlas dan penyerahan total dalam ketawakalan.

Dan sejak 20 Oktober 2008, kami kini berkumpul di Berlin........