Monday, December 24, 2012

Menikah Muda dan Bangga!

Di tengah tulip Britzergarten Berlin
"Mas Faya anaknya mau tiga, dan kita belum menikah!" pekik anak buah saya, Putri, waktu saya memberi tahu Travel Troopers (sebutan untuk awak detikTravel), kalau Desti lagi hamil.

Yup, saya dan Desti menikah dalam usia 23 tahun. Pada saat saya berumur 24 tahun, saya sudah menggendong bayi bernama Zahra. Masih muda bukan? Sampai ibu saya bilang, pernah ada yang menduga kami menikah karena Desti hamil duluan. Apaaa? Sembarangan! Saya adalah pria gentle yang menjaga kehormatan perempuan...

Tergesa-gesa juga bukan. Menikah dengan Desti adalah keputusan terbaik dalam hidup saya. Menikah muda adalah langkah yang kami ambil dengan PENUH perhitungan. Lihat, kata 'penuh' ditulis dengan bold, italic, underline dan uppercase. Ini bukan main-main.

Pada saat saya seusia anak buah saya sekarang, saya sudah berpikir jauh lebih dewasa dari mereka. Dunia mereka masih bermain, belajar kerja, cinta masih dicari, kalaupun dapat masih flirting kanan kiri. Mungkin enak hidup seperti itu. Namun sayang, itu bukan pilihan untuk saya saat itu.

Saya menjalani hidup yang keras. 5 Tahun paling kelam yang akhirnya mengubah Fitraya Ramadhanny selamanya. Shafa, anak buah saya, nggak percaya saya pernah hidup dalam kegelapan hahahaha. Dia mengira saya lugu, polos dan lurus hehehehe.

Mungkin butuh 5 blog untuk menjelaskan masa-masa itu, tidak sederhana memang. Ibu saya berulang kali bilang, "Mama bersyukur kamu bisa melewati masa itu, bahkan kamu itu nggak lari ke narkoba!" Saya pribadi bersyukur masih hidup, tidak berakhir menjadi sebuah artikel di koran lampu merah bagian berita bunuh diri.

Saya dipaksa hancur di saat saya baru mau meretas masa depan. Saya melawan dengan menjadi nakal. Lelah menjadi nakal, saya lari. Lelah melarikan diri, saya belajar bangkit dan menolak hancur. Saya harus melindungi orang-orang yang saya sayang. Walaupun saya babak belur, namun saya merasa hidup saya masih layak diperjuangkan. Karena saya menjalani itu tidak sendirian, ada seorang gadis cantik dan brilian otaknya, yang mengetahui kejadian itu sejak awal, dan menemani saya melewati masa sulit itu. Namanya Desti Fitriani.

Kebun anggur Sans Soucci Palace, Postdam
Desti, juga menjalani hidup yang sama keras. Dalam usia sebelia itu, kami dipaksa menghadapi dan mengatasi masalah untuk orang-orang 10-20 tahun lebih tua dari kami, justru karena mereka yang kekanak-kanakan. Situasi memaksa kami berpikir dan bertindak dewasa, jauh lebih dewasa dari teman-teman sebaya. Pilihan kami cuma dua, bertahan atau hancur.

"Kita mesti mikir hidup ini nanti bagaimana, bukan bagaimana nanti," ujar Desti, yang selalu saya ingat sampai sekarang. We were living in hell...

Penasaran ya ada apa yang terjadi? Desti bilang, nggak usah ditulis jadi blog hahahaha. Cukup jadi lesson learned for us. Sori......... Anyway, cinta kami yang awalnya tipikal gejolak kawula muda (halah ampun ini istilahnya), tiba-tiba menemukan makna sejatinya. Jadi beneran, jadi serius. Kami saling mencintai untuk bertahan hidup. Saling menguatkan satu sama lain, saling membantu satu sama lain, saling menjaga satu sama lain. Saling menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing, ini yang paling sukar. Mentertawakan dan meratapi nasib kami bareng-bareng.

Kami seperti tinggal berdua melawan dunia.Teman-teman SMA, cuma 2 orang yang tahu masalahnya. Teman-teman kampus nggak ada yang tahu juga kami menghadapi apa, dan masa iya kami mesti pasang pengumuman. Kami tersenyum di depan mereka dengan hati yang getir, kami tertawa dengan hati yang menangis.

Kenapa saya begitu yakin akan menghabiskan hidup dengan Desti? Saya saat itu menyadari kalau pasangan hidup bukan seseorang yang sempurna. Manusia nggak ada yang seperti itu. Pasangan hidup adalah seseorang yang saya butuhkan. Seseorang yang bisa melengkapi keberadaan kita, walaupun dia berbeda sifat. Apa yang nggak ada di saya, ada di Desti. Begitu juga sebaliknya. Desti lah yang menyempurnakan keberadaan saya di dunia.

Saya dan Desti sampai kepada suatu titik kesimpulan. Menikah adalah tiket kami untuk menyelamatkan diri dari dunia kami yang sakit. Saat itu usia kami bahkan baru 20 tahun. Sadar bahwa kami mungkin menghadapi tantangan dari orangtua masing-masing, kami mempersiapkan dulu pernikahan itu, sebelum kami benar-benar menyampaikan rencana itu kepada orangtua kami 2 tahun kemudian.

Saya menyampaikan niat saya menikah dengan Desti, bicara empat mata dengan ayahnya, saat umur saya 22 tahun.... masih kuliah. Tapi saya berani karena membawa rencana matang, bukan omong kosong. Calon mertua saya tahu cobaan hidup apa yang saya hadapi.... dan mengizinkan saya menikahi Desti. Dengan syarat, saya lulus kuliah dulu, karena Desti lulus setahun lebih cepat. Desti angkatan 1999, saya angkatan 2000.

6 Bulan setelah lulus kuliah, tepatnya 20 November 2004, kami menikah. Sebuah pernikahan yang kami persiapkan sendiri dibantu teman-teman, karena kami sadar tidak bisa membebani orangtua kami terlalu banyak saat itu.

Stockholm Palace
Delapan tahun berlalu sejak saat itu. Kami mensyukuri pernikahan kami. Benar-benar memulai dari nol, kini kehidupan kami penuh warna. Sempat berkelana 1 tahun di Jerman dan backpacker keliling Eropa, itu juga pengalaman berharga buat keluarga kecil kami. Ada Zahra si juara kelas, ada Dzaky si ganteng yang penuh tenaga, dan bayi di perut Desti.Saya sekarang Redaktur Pelaksana detikTravel dan Desti adalah dosen FEUI dengan gelar Master dari Jerman.

Tentu saja kami masih punya mimpi dan cita-cita. Mimpi dan cita-cita yang saya tahu tidak bisa saya kerjakan sendiri. Sedari awal, saya dan Desti adalah tim yang solid dan akan terus seperti itu. Kami harus punya visi jauh ke depan, itu yang membuat kami bertahan, walaupun dipaksa dewasa sebelum waktunya hehehe.

Kami kini sudah bisa tersenyum melihat masa lalu kami yang berat. Saya sendiri sudah berdamai dengan masa lalu, saya sudah memaafkan semua yang terjadi, memaafkan semua yang membuat kami jadi begini. Kami kini sudah memahami apa rencana Allah di balik semua ini. Memang ini yang jalan yang ditetapkan Allah untuk kami.

Allah mengganti semua air mata itu dengan sejuta kebahagiaan. Titik balik itu adalah pernikahan dini kami, seperti janji-Nya bahwa menikah itu membuka pintu rezeki. Menikah dalam usia muda, adalah hal terbaik yang pernah kami lakukan.

Sunday, December 16, 2012

The Best Job in The World

Pas lagi di Pantai Cinabung, Ujung Kulon, difotoin Fayyas
Lewat jejaring Facebook, saya menemukan teman lama. Lamaaaa banget. Namanya Charlie Huveneers, anak Belgia yang dulu sama-sama jadi Exchange Student 1998-1999 di Queensland, Australia. Dimana dia sekarang?

Usai program duta budaya selesai, kami pulang ke negara masing-masing. Namun, Charlie kembali ke Negeri Down Under. Dari bio-nya dia bekerja di Sydney Institute of Marine Science, jadi marine biologist. Ini adalah pekerjaan yang saya tahu sudah menjadi mimpi dia sejak kami remaja dulu.

"I wanna be Jacques Cousteau!" ujar dia berulang-ulang dahulu. Here it is, jadilah dia Jacques Cousteau, ahli biologi laut yang film dokumenter divingnya sering dipasang TVRI dalam acara Flora dan Fauna, zaman kita kecil dulu. Kita? Elo kali Fay yang masih kecil baru ada TVRI doang.

Charlie bilang apa kepada saya dalam sebuah chatting beberapa bulan lalu? "Maaan, I have the best job in the world! I'm paid to swim and play with fish, can't complain, hahaha."

Pernyataan Charlie menyentak saya. Pekerjaan terbaik di dunia bukanlah soal pekerjaan dengan gaji jutaan dollar. Pekerjaan terbaik di dunia adalah melakukan hal yang kita cintai. Penyanyi Nugie bilang 'Lentera Jiwa'.

Bagaimana kalau pekerjaan ini bukan sesuatu yang kita cintai? Kita masih bisa membuatnya the best job in the world. Caranya, belajar mencintai dan mensyukuri pekerjaan Anda. Karena, dengan itu Anda tidak menggelandang di jalanan. Karena, pekerjaan Anda sekarang bisa menjadi alat bantu untuk Anda melakukan hal yang Anda cintai, entah hobi, travelling, makan, belanja dll. Cinta itu proses kok, memang butuh waktu.

Saya terdiam satu jurus dan berpikir, iya juga ya. Lalu saya akhirnya menjawab ucapannya. "Me too, mate. I also have the best job in the world. I'm paid to travel!"

Menjadi wartawan detikTravel, artinya kami dibayar untuk jalan-jalan. Keren nggak sih? Jalan-jalan, tentu adalah hal yang kami cintai. Team member saya, Afif dan Sastri puas menjelajah Papua, dibayari. Shafa ke Pulau Komodo, Putri ke Kalimantan, dibayari juga. Badan pariwisata negara lain meminta detikTravel menulis pariwisata di negara mereka, artinya membayari kami datang.

Charlie membantu saya untuk bisa mensyukuri kehidupan saya sekarang. Sekeras apapun masalah yang saya, Desti, Zahra dan Dzaky alami dalam hidup ini, setidaknya saya mengerjakan sesuatu yang saya cintai sebagai penghidupan.

Untuk team member saya, Afif, Putri, Shafa, Sastri. Kerja yang rajin ya... Bersyukurlah Travel Troopers, kita punya pekerjaan terbaik di dunia!!

Sri Lanka: Victoria's Secret, Dilmah Tea dan Sebuah Kekecewaan

Stand pameran Sri Lanka Tourism
Akhirnya pagi datang di Colombo. Dari jendela kamar saya bisa melihat pemandangan kota dan sebuah danau berkilau di belakang Hotel Grand Colombo.

Tapi saya harus bergegas gara-gara liputan pembukaan Sri Lanka Expo 2012, yang manaaaaaa Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapaksa akan membuka acara. Ngomong-ngomong, Rajapaksa adalah nama yang keren untuk seorang presiden. Powerful banget kan, Raja-Paksa.

Anyway, berkumpul lah kami di lobi setelah sarapan. Para wartawan, saya, Roland, Imung, Astrid dan Mbak Glory dari Singapore Airlines membuat kesepakatan. Kita kan diundang oleh Sri Lanka Tourism, ngapain juga kita liput pidatonya presiden. Serahkan itu kepada wartawan Sri Lanka hehehe. Itu artinya satu jam tambahan untuk mengumpulkan tenaga.

Jemputan anak sekolah
Lantas bergeraklah kami menuju lokasi Expo di Bandaranaike Memorial International Convention Hall (BMICH). Inilah JCC-nya punya Colombo. Sepanjang jalan, barulah saya bisa menikmati pemandangan. Anak-anak naik mobil jemputan sekolah, bajaj lalu lalang, orang-orang berkerumun di pinggir jalan, gedung-gedung beraneka rupa.

BMICH sendiri tidak sebagus JCC, sebagian jalannya masih tanah, dengan stand-stand pameran berserakan. Paspampres bersiaga, rupanya Presiden Rajapaksa baru pulang. Wartawan masuk dari pintu yang tidak mengenakan, dari belakang dan entah tembus ke sebelah mananya pameran. Rabu 28 Maret 2012 itu, matahari bersinar terik di langit Colombo.

Batu mulia dan perhiasan
Jangan mengeluh kawan, inilah pameran besar di Colombo pertama kalinya usai selesai perang saudara dengan gerilyawan Macan Tamil. Terakhir mereka bikin pameran seperti ini 15 tahun lalu. Usahanya kelihatan kok betapa mereka ingin pemodal kembali masuk ke Sri Lanka.

Ini pameran besar-besaran diikuti 370 eksporter termasuk 70 perusahaan kecil dan menengah, serta 1.200 delegasi perdagangan. Sri Lanka mempromosikan komoditi ekspor mereka yaitu pakaian jadi, karet dan produk karet, batu mulia dan perhiasan, teknologi informasi, makanan dan minuman serta rempah-rempah.

Produsen lingerie Victoria's Secret saja pameran di sini. Hmmm, mungkin mereka mau bikin lingerie-sari atau apa begitu kali. Tapi tidak ada yang mengalahkan perhatian saya selain stand pameran Dilmah Tea! Hell yeaaaah!

Victoria's Secret ada yang mau?
Stand pamerannya besar banget dengan teh Dilmah asli Sri Lanka beraneka rasa menggugah selera. Bikin mupeeeeeng. Tapi yang jelas ada aneka produsen teh dan semua produk promo gratisannya saya sikat, hohohoho. Kantung tas ransel saya isinya teh sachet aneka pabrik.

Puas merampas teh, saatnya liputan. Wartawan detikcom (awas lagi sombong) sanggup meliput apa saja. Wartawan news, kalau situasi membutuhkan, bisa juga meliput ekonomi, olahraga, gosip, otomotif dll. Walaupun saya di detikTravel, aroma acaranya saja membuat saya harus menyetor berita ekonomi ke detikFinance. Ini hasilnya.

Nah, untuk kebutuhan kanal sendiri, saya mencari Sri Lanka Tourism. Wah, rupanya satu tenda sendiri dia. Saya girang bukan kepalang. Saya masuk ke dalam tenda dan ada beraneka meja dan brosur. Terbayang dong saya mau bertanya soal bagaimana liburan ke Sri Lanka, apa yang menarik, naik apa, kalau mau backpackeran bagaimana dll.

Dilmaaaaaaaaaaah 
Tapi yang saya hadapi adalah wajah-wajah tertegun.... padahal saya sudah menunjukan identitas saya sebagai wartawan. Saya dioper ke sana, ke sini, untuk sebuah wawancara yang semestinya sederhana. Ujung-ujungnya mereka bilang, "Maaf pejabat yang berhak menjawab Anda sedang tidak berada di tempat. Kami tidak berwenang untuk menjawabnya."

Tiba-tiba saya merasa sedang berada di kelurahan mana begitu dengan birokrat yang menyebalkan. I'm sorry, you invite me all the way long from Jakarta, then you reject an interview? Saya kan undangan kalian, haloooo? Kalian meminta saya menulis apa kalau begini?

Saya keluar dari tenda itu dengan hati gondok, nggak dapat berita. Saya menghela nafas panjang, Sri Lanka masih belajar....

Sri Lanka: Nama Bandaranya, Bandaranaike!

Bandara Bandaranaike (bingung ya tulisannya?)
Saya sebenarnya tidak suka jika sampai ke negeri orang pada malam hari. Saya butuh melihat suasana sejak detik pertama sampai ke suatu tempat, dan itu lebih enak dilakukan pada siang hari. Jadinya terbayang dan tahu tempat begitu.

Tapi apa daya, pesawat Singapore Airlines yang membawa saya ke Colombo, Sri Lanka akhirnya mendarat lewat tengah malam, tepatnya Rabu 28 Maret 2012 dini hari. Dari jendela pesawat saya baca tulisan 'Bandaranaike', itukah nama bandara dalam bahasa Sri Lanka? Pikir saya begitu.

Turun dari pesawat, panitia Sri Lanka Expo menunggu kami, para wartawan dari Indonesia, saya, Roland, Imung, Astrid. Namun ada masalah, pemandu yang akan mengantar kami selama di Sri Lanka belum datang, Anthony namanya. Bukan bule, tapi orang lokal bernama barat.

Ya sudah saya mengamati saja bandara ini. Ukurannya mungkin hanya sebesar Terminal Tiga Bandara Soekarno Hatta, tapi lebih bagus Cengkareng. Terlihat ada renovasi yang dikebut harus selesai demi menyambut Sri Lanka Expo. Banner-banner menggantung di langit-langit bandara, semua soal Sri Lanka Expo. Kayaknya tipikal negara dunia ketiga ya, pembangunan itu kejar setoran menjelang ada hajatan besar.

Dekorasi di ruang makan utama Grand Colombo
"I'm sorry Sir, Madam!" sebuah suara memanggil kami. Ini dia Anthony! Pria paruh baya berkulit gelap namun dengan senyum ramah. Sejurus kemudian backpack Deuter saya melompat masuk ke belakang mobil dan kami meluncur ke luar bandara.

Tapi ya itu tadi, malam hari membuat saya tidak bisa membayangkan bagaimana itu Colombo. Ada hutan, ada sungai, rumah-rumah yang sepi karena sudah dini hari, deretan gedung-gedung yang juga sepi. Tidak sampai satu jam kemudian kami pun sampai.

Cinnamon Grand Colombo, hotel besar banget. Bayangkanlah Grand Indonesia kali ya. Yang bikin mulut menganga ini adalah lampu bermodel lentera atau lampion super besar di atas ruang makan utamanya yang punya langit-langit tinggi.

Ah, tubuh ini sudah terlalu lelah untuk mengagumi. Check in beres dan saya hanya memfoto kamar sebelum tubuh ini menghempaskan diri di atasnya. Sudah pukul 03.00 waktu setempat dan pukul 07.00 nanti saya harus sudah siap liputan. 'Pidato Presiden Sri Lanka', ah ya ampun tulisan di TOR liputan ini bikin badan bertambah lemas.

Kamar hotel saya nih
Begitulah nasib wartawan, harus siap tempur 24 jam. Padahal niat saya besok sederhana saja, saya ingin melihat wajah Colombo ketika surya datang menyapa.

Dan dalam beberapa jam, saya tahu kalau Bandaranaike itu nama bapak bangsanya Sri Lanka, seperti Soekarno-nya. Yang jelas bukan terjemahan bandara dalam bahasa Sri Lanka. Hehehehe, maaf.

Saturday, December 15, 2012

Puisi Twitter (#Puitwit) 11-20

Mengumpulkan bait digital yang tercerai-berai...

------------------------------

11.
4 Juli Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
Ketika angin berdansa dengan daun padi. Kepeluk erat dirimu di sini. Tempat ini tak berubah. Cinta ini tak berubah. Jangan pernah...

12.
4 Juli Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
Purnama menemaniku pulang sepanjang jalan, jelang tengah malam. Terima kasih, aku memang sendirian....

13.
4 Juli Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
Ada lelah, ada gundah, ada yang terasa sakit di dalam dada. Ya Allah, jadikan aku orang yang bersabar dan bersyukur

14.
4 Juli Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
Tuhan, Engkau adalah lautan. Biarkan Aku hanyut menuju diriMu

15.
6 Jul Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
JEDA - Awan kelabu dan tanpa angin. Seolah hari tak mau beranjak main. Pohon patah terbaring kaku. Sang waktu ikut berhenti bersamaku

16.
6 Jul Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
PATH - Men walk, men run. Sometime, we just run into each other. Walk along, run along. But we walk our own way. Different, and always

17.
6 Jul Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
CEMBURU - Kugenggam erat tanganmu. Kita susuri malam biru. Hati kita satu. Dan biarkan rembulan cemburu

18.
6 Jul Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
JURANG - Tak pernah mudah meraihmu. Dan kamu tak pernah percaya itu. Di antara cinta kita ada jurang. Tapi Aku adalah seorang pejuang.

19.
6 Jul Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
DESTI - Kupandang indah coklat bola matamu. Kunikmati setiap binar itu. Tak perlu ada kata dari bibirmu. Aku tahu kau cinta padaku

20.
6 Jul Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
For you, love has something more. For me, love has something new. For us, love is a celebration #Puitwit

Analisa Politik Soal Penembakan Sandy Hook

Photo by Reuters
Bangun pagi baca detikcom, tahu-tahu sudah ramai penembakan di SD Sandy Hook, Newton, Connecticut, USA. Korban jiwa 27 orang, termasuk 20 anak-anak SD. Obama menangis.... Cukup? Saya tersenyum getir. Untuk yang satu ini entah kenapa Amerika tidak pernah belajar.

Pada 1998-1999 silam, saya hanyalah seorang anak SMA yang ikut Exchange Student ke Australia. Tapi teman-teman saya yang dikirim ke USA punya masalah tambahan. Terjadi penembakan brutal di SMA, yang saya ingat pelakunya geng sekolah bernama Trenchcoat Mafia. Teman-teman saya itu menjalani hari-hari menegangkan dengan razia senjata api.... setiap hari.

(Maaf tadi Googling dulu) Columbine High School Masacre, 20 April 1999, itu dia nama peristiwanya. Peristiwa itu nempel terus di kepala saya, karena beberapa hal. Satu, saya masih SMA dan membayangkan hal itu terjadi di sekolah saya. Dua, teman-teman saya di AS terkena dampaknya, proses curhatnya itu jadi concern semua panitia Rotary Youth Exchange Program saat itu. Tiga, ini yang penting, Australia juga biasa dengan senjata api.

Confession time! Saya belajar menembak di Australia.Saya diajak berburu ke pedalaman outback Rockhampton. Berangkat subuh ke tengah padang rumput. Saya diberi senapan kaliber kecil, lupa kaliber berapa. Tapi itu senapan sungguhan. Kami berburu Kanguru!!

Saya tidak sanggup menembak hewan lucu yang bisa lompat-lompat itu. Saya memilih menembak sekawanan bebek yang lagi minum di billabong. Dor! Random shoot, pasti kena, soalnya bebeknya ratusan lagi kumpul. Takut? Iya. Sedih? Iya. Merasa bersalah? Iya. Tapi saya belajar hal penting saat itu, SENJATA API BERBAHAYA.

Saya tidak pernah menyalahkan host parent saya yang mengajari saya menembak. Saya memahami kulturnya sepenuhnya. Sebuah kultur sosio-politik yang juga sama di USA. Kepemilikan senjata api adalah bagian dari sebuah ideologi politik di USA dan Australia.

Senjata api mewakili sebuah identitas politik konservatif, tradisional, true blood American, rural, redneck, pendukung Partai Republik. Mereka yang tinggal di kota kecil, hidup di peternakan, masyarakat rural, jarang bersentuhan dengan orang asing, memandang sebelah mata kepada kelompok imigran, mereka lah yang merasa memiliki negara ini, dan mereka mempertahankannya dengan....... senjata api.

Perhatikan deh, kebanyakan kasus penembakan sekolah di USA terjadi di kota kecil. Ya itulah masyarakat dengan identitas politik itu tadi. Please tell me kalau ada data penembakan sekolah di New York, LA atau kota besar yang multikultural.

Buntut dari penembakan di Sandy Hook ini pasti desakan soal Gun Control. Sebuah kebijakan yang saya analisa pasti akan diendorsed Presiden Obama dan Partai Demokrat. Tapi, kaum Republican akan menentang habis. Republican selalu menang soal Gun Control, buktinya peristiwa yang sama terus berulang sejak dulu saya tahu tahun 1999 sampai 2012. 13 Tahun!

Entah kenapa Gun Control seperti mentah terus gara-gara 'Invisible Hand' di USA. Terserah mau dibilang lobi Yahudi, Freemason, Kabalis, kepentingan modal kapitalis, dll. Mereka selalu bisa menekan Gun Control itu yang penting ada toko senjata khusus, pembeli dengan aneka persyaratan tertentu, tapi begitu senjata sudah ada di tangan warga sipil, urusan masing-masing deh tuh.

Gun Control setelah kasus penembakan Sandy Hook? Buat saya omong kosong, Republic belum pernah kalah untuk hal ini. Buat mereka Gun Control sudah sempurna. Sandy Hook cuma kasus minor.

Yang orang belum menyadari adalah: Gun Control bisa merusak industri persenjataan USA yang didukung Republik. Ini bisnis jutaan dollar. Yang kelas partai besar (bayangkan Carefour) dibeli militer, yang eceran (bayangkan Indomart) dibeli warga sipil. Perang melawan terorisme, Irak, Afghanistan, Libya, itu sudah memutar uang jutaan dollar.

Bagi mereka, peluru harus selalu bisa dijual, Gun Control haram hukumnya, Sandy Hook besok juga orang lupa, ribuan prajurit USA yang mati, mereka bilang Expendables, bagian dari proses produksi. Yang mati masukan peti, bungkus bendera Star Spangled Banner, cetak prajurit baru.

Saya kasihan sama anak-anak muda galau USA di kota-kota kecil yang punya akses kepada senjata api. Mereka korban dari industri senjata api gila-gilaan. Propagandanya parah memang..... lewat Hollywood.

I tell you secret, ada pesan tersembunyi dari film Iron Man dan Expendables. Itu propaganda betapa industri senjata api itu penting untuk USA. Tony Stark perlu membuat senjata karena itu keren. Stallone dan kawan-kawan butuh senjata itu untuk melawan orang jahat di berbagai belahan dunia. Paham? Masih berharap dengan Gun Control?

Maaf saya pesimistis, tapi kasus Sandy Hook itu dead end. Cuma prihatin dan janji manis untuk mengendalikan senjata. Tapi setelah itu, entah di kota kecil mana lagi di USA, ada anak muda yang labil tapi punya akses kepada senjata api entah punya siapa. Ujung jari telunjuknya ada di pelatuk. Saya berduka cita untuk para korban.