Pada suatu siang di penghujung 2007, gue ajak Desti ke daerah pemukiman agak padat di Kesambi Dalam, Cirebon. Setelah menelusuri gang dan beberapa belokan kami pun sampai. Sebuah madrasah dengan anak-anak kecil mengaji mengisi waktu di sore hari.
Gue pun kembali melihat wajah teduh itu setelah sekian lama, semakin renta. Ustadz Bahrun. Gue mengucap salam dan mencium tangannya. Beliau meminta agar kita berbincang di rumah saja. Langkahnya tertatih akibat stroke namun menolak dituntun. Sepanjang jalan di berkata kepada para tetangga.
"Ini Faya anak dokter Maman, murid saya..," ujarnya berulang-ulang.
Sambil berbincang tentang isu-isu terakhir yang gue liput, kami pun tiba di rumahnya. Kita ingin memberitahu, Desti akan segera kuliah ke Korea (waktu itu belum tahu kalau akhirnya Allah mengumpulkan kami di Jerman : )).
Selalu ada keinginan di dalam hati untuk menyampaikan semacam laporan kemajuan hidup gue hehehehe. Hal itu berangkat dari sebuah hubungan guru dan murid yang panjang.
Ustadz Bahrun adalah orang yang mengajarkan gue mengaji, shalat, dll. Ustadz Bahrun juga yang menganulir Ijab Kabul gue waktu mau nikah ama Desti hiks hiks. Alasannya ada jeda sepersekian detik antara Ijab dan Kabul hehehehe. Perfection is a must, padahal penghulunya aja udah bilang okay.
Sejak SD gue belajar ama beliau. Dan gue bukanlah sosok murid yang baik hehehe. Sering dulu gue mogok mengaji, kalau sudah begitu, Pak Ustadz, begitu aku memanggilnya, mulai mendongeng soal nabi-nabi. Kalau sudah mendongeng, gue terkesima. Seru gitu ceritanya.
Alhasil...... gue tetap mogok mengaji hehehehehe. Alasannya supaya Pak Ustadz cerita lagi soal nabi-nabi. Tapi alhamdulillah Al Qur'annya khatam juga.
Di penghujung pelajaran, ada pesan yang selalu beliau sampaikan. Berulang-ulang. "Faya, 'Ilmu' itu hurufnya tiga, Aliiyun, Latiifun, Maliikun. Orang yang berilmu itu akan tinggi derajatnya, halus budi pekertinya, dan dia menjadi raja," kata beliau.
Di kesempatan lain beliau bilang, "Faya, 'Taqwa' itu hurufnya empat, Tawadhu, Qanaah, Wara, Yakin. Orang yang bertaqwa itu rendah hati, lapang hati, hidupnya seimbang, dan yakin,"
Tujuh kategori itu terus terekam dalam memori, karena gue tahu murid mengajinya ngga cuma gue dan Teteh Fanny. Masih banyak yang lain, dan Pak Ustadz selalu bercerita kalau ada muridnya yang sukses dalam pendidikan.
Tujuh pesan itu menjadi semangat gue, karena gue ingin suatu saat Pak Ustadz juga cerita ke murid-murid ngaji dia, kalau yang namanya Faya juga membanggakan dia. Simpel kan? Tapi dari satu keinginan sederhana, pesan beliau menjadi bahan bakar gue untuk terus belajar belajar dan belajar. Karena gue tahu, banyak yang lebih pinter dari gue. Gue bisa lebih maju dan berkembang ketika gue mau belajar.
Nggak peduli gue dimarahin berapa kali ama guru, dosen, atau atasan gue karena berbuat salah, gue nggak boleh berhenti. Karena kesalahan gue adalah pelajaran juga buat gue. Dan kalau ada orang selain orang tua gue yang harus tahu tentang kemajuan gue, beliau adalah Ustadz Bahrun.
Terakhir ketemu beliau adalah Oktober 2008. Sambil menikmati sore dengan secangkir teh panas dan kue, gue 'melapor' akan segera berangkat ke Jerman dan akan tetap menulis berita. Tapi gue tahu semua 'laporan' itu tidak akan pernah bisa impas dengan apa yang telah beliau lakukan.
Menjadikan si Faya ini manusia yang terus mau belajar. Gue berdoa agar Allah memberi pahala yang tidak pernah terputus untuk beliau, atas ilmu yang bermanfaat. Pak Ustadz...... terima kasih.......