Sunday, November 11, 2012

Batik Kopi Pecah, Batiknya Penggemar Kopi

Batik Kopi Pecah khas Desa Losari

Kopi sekarang sudah menjadi bagian dari gaya hidup orang. Starbucks Coffee menjamur dan sepertinya harga mahal bukan masalah. Kalau mengaku penggemar kopi, wajib deh hukumnya membeli batik bermotif kopi di Desa Losari, Magelang.

Pada hari kedua di Resor MesaStila awal Oktober lalu, usai lomba lari MesaStila Challenge, saya akhirnya bisa melihat batik bermotif kopi ini. Bos PT Adaro sekaligus pemilik resor, Sandiaga Uno rupanya mau memberi bantuan untuk warga di Balai Desa Losari, Magelang.

Di Balai Desa, ruang serbaguna penuh dengan ibu-ibu membatik. Masuk ke dalamnya, saya melihat rak-rak dengan kain-kain batik cantik yang menggantung dan menjuntai.

Desa Losari rupanya tidak hanya memiliki perkebunan kopi. Yang terbaru dari desa ini untuk wisatawan, justru adalah kerajinan batik Losari yang sedang menggeliat. Nama tempatnya adalah Sanggar Batik Eyang Mas Ayu.

Bryan Hoare, Sandiaga Uno dan saya
"Kami baru mulai pada 2008 akhir. Berawal dari pelatihan dan kini diproduksi di rumah masing-masing warga," kata Kepala Desa Losari, Purbo Widodo waktu mengobrol dengan saya. Sebelum penyerahan bantuan dari Sandiaga Uno.

Pembina para ibu-ibu ini adalah Tri Hapsari, istri Purbo. Menurut Tri, kerajinan batik Losari berawal dari pelatihan batik tulis oleh Ibu Laras. Setelah hampir 4 tahun, warga sudah membatik sendiri. Motif batiknya tentu bermacam-macam. Namun rupanya, warga sudah memiliki sebuah motif khas yang menjadi identitas Losari: Kopi.

Ini adalah motif yang menurut saya paling cantik dan sangat mewakili identitas mereka. Nama motifnya adalah Batik Kopi Pecah. Motif batik ini berbentuk daun-daun kopi, bunga dan buah kopi. Warnanya bisa hijau, biru, coklat, ungu dan aneka warna lain.

"Untuk batik tulis harganya Rp 250 ribu-500 ribu untuk kain 2,5 meter. Kalau batik cetak harganya Rp 100 ribu-150 ribu untuk panjang kain yang sama," kata Tri.

Ibu-ibu membatik di Balai Desa Losari
Nah untuk saat ini, Batik Kopi Pecah belum bisa ditemukan di toko-toko dan pasar di Magelang. Para wisatawan yang ingin berburu batik ini bisa datang langsung ke Balai Desa Losari atau ke kediaman Tri Hapsari yang untuk sementara ini menjadi ruang pamer batik Losari.

Jika Anda sedang menginap di Resor MesaStila, pihak hotel akan dengan senang hati mengantar Anda untuk membeli batik Kopi Pecah. Warga pembatik ini juga adalah warga binaan pihak hotel. Bahkan, MesaStila terkadang mengundang para pembatik untuk unjuk kebolehan di depan wisatawan, atau para wisatawan ini yang dibawa ke Sanggar Batik Eyang Mas Ayu.

Harapan Tri, batik asal Losari bisa mendapatkan tempat di hati para wisatawan, bahkan diekspor keluar negeri. Sejauh ini, ibu-ibu pembatik ini sudah mengerjakan pesanan dari berbagai kota di Indonesia.

Wisatawan yang tertarik membeli batik Kopi Pecah, bisa menghubungi Ibu Tri di Sanggar Batik Eyang Mas Ayu, Desa Losari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang. Tri juga bisa dihubungi di ponselnya 0813 9295 4450 atau di 0813 2674 1125.

Mencanting
Batik Kopi Pecah dari Sanggar Batik Eyang Mas Ayu, layak menjadi oleh-oleh baru saat Anda berlibur ke Losari, Magelang. Sambil membantu perekonomian warga desa, Anda bisa membawa pulang batik bermotif kopi yang cantik. Apalagi kalau Anda memang penggemar minuman legit ini, harus beli! Saya angkat jempol dan ikut berdoa untuk mimpi para warga Desa Losari.

Silakan juga menikmati versi beritanya di sini.

Saturday, November 10, 2012

Tidur Mewah Ala Raja Jawa di MesaStila

Mayong Station - The Front Office
Usai menikmati Lawang Sewu, Semarang, sore hari awal Oktober itu, mobil kami melesat di jalan tol melewati Ungaran dan akhirnya tiba di Resor MesaStila di Desa Losari, Magelang. Hawa sejuk malam hari menyapa tatkala kaki ini sampai di depan sebuah stasiun kereta tua bertuliskan Mayong. Namun di dalam stasiun itu ternyata adalah sebuah front office hotel.

"Ini asli, Mas. Dipindahkan dari Mayong di Jepara ke Magelang sini," ujar pelayan hotel sambil mengambil tas backpack saya. MesaStila langsung membuat saya penasaran malam itu juga. Namun, temaram lampu yang cantik di resor dan spa ini malah membuat saya makin penasaran.

Pagi harinya, pemandangan cantik jelita itu terjawab sudah. Bersama embun pagi, jelas sudah panorama di resor seluas 22 hektar, yang dulu bernama Losari Spa Retreat and Coffee Plantation ini. Separuh kawasan resor ini adalah perkebunan kopi yang masih aktif.

Telomoyo
MesaStila memiliki 22 villa yang merupakan rumah joglo dan limas tua. Asli dipindahkan dari tempat asalnya ke MesaStila. Luar biasa!

Jari jemari saya menyusuri lekuk kusen-kusen dan ukiran kayu dari villa yang saya tempati, Telomoyo namanya. Di kamar ini saya bersama Pak Made dari Kompas. Telomoyo menurut saya adalah relokasi sebuah memori dari masa silam Jawa yang sukses. Bukan hanya satu, tapi 22 rumah Jawa dan bangunan lain yang dikoleksi MesaStila dan dialihfungsikan sebagai villa dan bangunan resor lainnya.

"Di MesaStila, kami ingin menampilkan suasana khas Jawa yang nyaman untuk semua tamu kita," kata Mbak Sri Utami dalam obrolan usai makan malam di ruang makan utama MesaStila. Dia ini Direktur Marketing Mesa Hotels and Resorts.

The Club House
Suasana Jawa dan Kolonial kental terasa di MesaStila. Ini lantaran sebuah bangunan utama di sebuah bukit kecil yang tampil dominan. Ini adalah club house hotel, namun aslinya rumah seorang Belanda bernama Gustav Van Der Swan yang dibangun pada 1928. Gustav adalah pemilik pertama perkebunan kopi di Losari, Magelang. Rumah Gustav adalah bangunan pertama dan asli yang berdiri di tempat ini.

Kontur perbukitan di MesaStila, memanjakan mata dengan pemandangan Gunung Andong, Gunung Merbabu, Gunung Merapi, dan sederet pegunungan lain. Turun ke lembah dari sisi kiri Club House ada perkebunan kopi menghampar dengan aneka pepohonan besar sebagai peneduh. Dalam suasana tenang, hati pun terasa damai.

Selanjutnya, bersiaplah dimanjakan MesaStila dengan fasilitas kamarnya. Villa-nya terbagi dalam beberapa kelas yaitu Plantation Villa, Arum Villa dengan satu kamar tidur, Ambar Villa dengan dua kamar tidur, dan The Bella Vista yang terdiri dari 5 villa yang terkoneksi. Nah, Bella Vista ini yang mewah banget karena kamar inilah yang pernah dipakai Presiden SBY untuk menginap.

The Bella Vista
"Presiden SBY pernah duduk dibangku itu," kata seorang staf hotel kepada saya menunjuk ke bangku di taman menghadap ke sebuah lembah. Barulah saya sadar itulah pojok yang pernah saya lihat di galeri foto Kantor Kepresidenan. SBY pernah menulis puisi dan naskah pidato di pojok itu.

Semua bangunan ini adalah rumah Joglo dan Limas tampak antik dari luar, namun modern di dalam. Masa silam dan masa kini dikawinkan sempurna di MesaStila. Rumah antik yang dijadikan villa ini memiliki AC, wifi, TV kabel, air panas, telepon dan aneka fasilitas lain layaknya resor.

Namun suasana antik dijaga dengan aneka dekorasi ukiran, ornamen Jawa, lemari antik, bale-bale, bahkan ubinnya tegel khas Jawa zaman baheula. Melihat pembaringannya, serasa melihat tempat tidur para raja Jawa. Mewah!

"The Bella Vista itu aslinya memang rumah pangeran Jawa di Solo, lho," kata Mbak Tami.

Loket Stasiun Kereta Mayong, masih ada!
Ngomong-ngomong orisinil, Stasiun Kereta Mayong yang jadi kantor Front Office itu saking aslinya, masih ada loket tiketnya. Dahsyat! Unik begitu deh ada front office hotel dengan loket untuk membeli tiket kereta di zaman dulu.

Sebagai resor berkonsep retreat, MesaStila menawarkan aneka fasilitas untuk relaksasi dan menenangkan diri. Ada kolam renang dengan pemandangan gunung dan lembah, serta jalur refleksologi. Ada juga jungle gym, semacam outbound mini tanpa flying fox.

MesaStila juga menawarkan aneka kegiatan mulai dari yoga, agrowisata tur ke perkebunan kopi, berkuda, sampai pencak silat. Kegiatan ini ekslusif untuk mereka yang menginap ke MesaStila, kecuali tur perkebunan kopi yang dibuka untuk umum dengan biaya Rp 450.000 ++ per orang termasuk makan siang dan suvenir kopi asli yang dipanen dari MesaStila.

Untuk kesehatan, MesaStila punya fasilitas spa dengan jamu dan aneka rempah-rempah. Yang patut dicoba adalah The Hammam Spa. Ini adalah mandi ala Turki yang diklaim hanya ada satu-satunya di Asia selain di negeri aslinya. Wow!

The Hammam Spa
Berapa room rates di MesaStila? Menurut Tami, tersedia beragam paket menginap menarik mulai dari Experience Losari mulai dari Rp 1.200.000 ++/malam/villa di Plantation villa.

"Ada juga beberapa Wellness Packages yang tersedia seperti Dynamism atau Escapism untuk menginap 2 malam, Executive Recharge atau Destress & Indulgence untuk 3 malam dan lainnya sesuai dengan kebutuhan dari para tamunya," kata Tami.

Dengan kemewahan ala Raja Jawa, MesaStila bisa menjadi pilihan buat mereka yang ingin menyepi dari segala hiruk pikuk kehidupan kota besar. Mencari ketenangan di tengah perkebunan kopi atau mungkin pasangan yang sedang berbulan madu, bisa menemukan tempat tetirahnya di MesaStila.

Yang asyik dari MesaStila ini adalah suasananya yang homy banget. Sesi makan adalah saat dimana para tamu bisa mengobrol dengan pengelola hotel. Chef asal Australia bernama Darren, ini orang Australia kesekian bernama demikian yang saya temui, asyik untuk diajak ngobrol karena dia memantau langsung suasana makan.

"What do we have for dinner?" Dan dia dengan senang hati menunjukkan satu-satu masakan yang dia buat.

The ambience
Satu lagi adalah Retreat Manager MesaStila Bryan Hoare, yang merupakan atlet triathlon dan sudah punya tato Iron Man (bukan superhero ya!) sebagai tanda pernah ikut dan juara triathlon. Bryan ini sudah jatuh cinta banget dengan Jawa Tengah.

"Kami ingin semua orang yang datang ke tempat ini bisa mendapatkan liburan dengan aktivitas yang positif untuk tubuh dan kesehatan mereka. Tempat ini memiliki seluruh kecantikan yang ada di Jawa," kata Retreat Manager MesaStila Bryan Hoare.

Dalam sebuah obrolan dengan Bryan, dia cerita sudah pernah mengurus hotel di Phuket, Maladewa, Malaysia, dan beberapa tempat destinasi top lain. Nah, dia bilang nggak ada tempat di dunia ini dengan masyarakat seperti di Jawa Tengah.

"Di Amerika, orang bilang 'See you again' tetapi setelah itu mereka tidak peduli. Orang Thailand juga bilang 'Sawasdee' tapi tidak ada yang setulus orang Jawa menyapa kamu. Begitu murni hatinya," kata Bryan. Saya setuju, Bryan!

Oh iya, kalau mau lihat versi beritanya ada di sini