Wednesday, February 13, 2008

Song In My Ears

Pulang liputan, hampir selalu melelahkan. Dari Istana Negara, masih ada 50 km perjalanan menuju rumah gue yang nyaman di Parung. Ngantuk, stress, macet, hujan bisa membuat perjalanan tidak nyaman.

Tapi buat itu mah, gue punya solusinya. Dengerin musik aja.....

Creative Divicam gue masih punya 1 fungsi terakhir, setelah baterenya bocor dan kualitas gambarnya ketinggalan zaman dibanding Nokia E61i yang gue pegang sekarang. MP3-nya masih OK...

Mendengarkan musik sambil pulang ke rumah sungguh menyenangkan buat gue. Bawa motor jadi santai, tetap fokus dan rileks. Walaupun sebenernya, semua orang pada kebut-kebutan, salip-salipan dll. I'm stay focused... and saved.

Lagu-lagunya ga ada preferensi khusus, pokoknya harus membuat mood tenang. Lagu baru atau lama sama aja buat gue. Lagu KKEB Andre Hehanusa wajib ada walaupun agak jadul, tapi gue punya juga Kisah Tak Sempurna - Samsons.

Biar semangat ada Fighting Spirit - OST Naruto ato Sweet Child of Mine - Guns n Roses. Atau yang bertema kangen seperti Kangen - Dewa (versi Once) atau Perjalanan Ini - Padi. Jazz ada Dave Kozz ama Jamie Cullum, penyanyi cewek ada The Corrs ama Alanis Morisete, campur-campur aja. Bosen tinggal ganti pake lagu baru.

Ga masalah sambil naik motor. Earphonenya panjang, Creative-nya gue taro di tas. Volumenya maksimal untuk melawan bising jalanan. Dan gue melaju pulang dengan lagu-lagu di telinga....

Turning Point

Selasa 29 Januari 2008, siang. Gue lagi izin recovery badan gue. Liputan Soeharto sungguh menguras tenaga. Lagi tidur, tahu-tahu DAAD Jakarta nelepon. Desti diterima beasiswanya ke FHW Berlin. Akhir minggunya Desti langsung pulang dari Korea.

Sementara dari Cirebon, Teteh Fanny ngasih kabar sudah punya tanggal lamaran dengan pujaan hatinya Arri.

Gue merasa kita semua sekarang sudah menjelang babak baru dalam hidup kami. Sebuah titik balik....

Hampir 9 tahun lalu kami semua jatuh, saat tahu papa punya selingkuhan dan ujungnya mama diceraikan papa. Tapi kami sadar, kami tidak bisa selamanya terpuruk. Kami harus bangkit, dengan atau tanpa bantuan papa. Kami harus melakukan yang terbaik demi kebaikan satu sama lain.

Tahun-tahun berlalu dalam gemblengan Allah yang sungguh mendewasakan kami. Lalu kami mendambakan 'hijrah'. Hijrah buat gue, Desti dan Zahra adalah kuliah S2 ke luar negeri. Hijrah buat teteh adalah menikah. Hijrah buat mama adalah pindah rumah ke kota kelahirannya Bogor.

Titik hijrah keluarga gue dan teteh sudah di depan mata, mama mungkin masih punya cerita yang belum selesai dari Allah. Gue sungguh berharap akan babak-babak baru dalam kehidupan kami semua.

Mudahkanlah, ya Rabb.....

UPDATED 22 November 2008:
Terima kasih ya Allah, Engkau telah mengabulkan doa kami. Engkau telah mengumpulkan kami semua di Berlin. Aku, istri dan dan anakku. Jadikan kami orang-orang pandai bersabar dan bersyukur. Dua aturan sederhana untuk hidup yang orang sering lupa.