Thursday, October 27, 2016

The Last Sanctuary of Islam

Alkisah ada seorang pria, keturunan Nabi Muhammad SAW. Buyut canggahnya dianggap imam oleh orang Syiah, padahal mereka Sunni. Namun sejarah keluarga pria itu agak kelam. Banyak anggota keluarga yang diburu seolah tanpa penghormatan bahwa mereka melanjutkan darah daging Kekasih Allah. Dari Arab mereka terus terpinggir dan menyingkir, menjauh dari Masjidil Haram.

Pria itu seperti lelah didera konflik politik, dia yakin itu bukan konflik agama. Meski sudah menjadi gubernur di kerajaan India, rasa resahnya tidak hilang. Di kepalanya cuma satu saja yang dipikirkan: menyelamatkan Islam ke tempat yang aman.

Dia berpikir dengan kondisi umat yang saling bertarung tanpa akhir, akan seperti apa Islam nanti di masa depan. Akan muncul Islam perang, bukan Islam damai. Islam yang memecah, bukan mempersatukan.

Pria ini lantas mundur dari jabatannya, menjadi seorang pengembara. Dia ingin pergi ke ujung dunia, dimana tidak ada yang namanya konflik di antara umat Islam. Dia lari ke Maroko, tapi hatinya kurang sreg, namun anaknya ditinggal di sana. Dia pergi ke Uzbekistan, tapi hatinya kurang sreg, namun anaknya ditinggal di sana.

Dia lantas ke ujung tenggara Jalur Sutera, sebuah semenanjung seindah surga, dengan penduduk yang ternyata menyimpan kebijaksanaan kuno bernama ilmu budi, ketika nama ajaran itu belum disebut sebagai Islam. Warganya pecinta kedamaian. Dia panggil anaknya yang di Maroko dan Uzbekistan, berkumpul dalam suka cita.

Di tempat itu mereka menyemai Islam yang damai, di tempat yang begitu jauh dari konflik umat Muhammad SAW. Dalam pikiran mereka, butuh waktu sampai akhir zaman, untuk Islam bohongan -yang penuh ide-ide perang dan merusak ini- sampai ke tempat mereka.

Harapannya, tempat itu menjadi The Last Sanctuary of Islam, yang dijaga keluarga besar mereka, penerus garis keturunan Rasulullah, di titik perjalanan terjauh yang tidak dibayangkan oleh mereka sendiri. Mereka mengelilingi hampir separuh Bumi.

Suatu hari keluarga mereka didatangi seorang perdana menteri di negeri itu, datang dari ibukota kerajaan naik kapal laut. Dia adalah seorang penakluk beragama kafir. Namun, bukannya mereka diberangus, anak mereka yang muda diangkat sebagai care taker wilayah yang bertanggung jawab langsung kepada dia. Silakan kalian beragama Islam, kata dia. Si perdana menteri itu bernama Gajah Mada dan pria yang saya sebut pertama kali itu, namanya Syekh Jumadil Kubro.... Keturunannya ada 9 orang yang menjadi legenda

Saturday, October 22, 2016

Bulan Roller Coaster

Seperti seorang teman baik bilang, perpisahan memang menyebalkan.
Tapi itu adalah bukti, kalau kita semua butuh ruang untuk tumbuh.

Hidup adalah perjalanan, ia bagai babak cerita
Orang-orang datang dan pergi.
Ada mimpi, ada ambisi dan sebuah persimpangan jalan.
Kita semua membuat pilihan.

Aku melihat kawan-kawan pergi.
Aku melihat kawan-kawan tetap di sini dan di kejauhan ada kawan-kawan yang datang.
Suatu hari nanti aku adalah orang yang pergi dan aku adalah orang yang datang.
Tapi bukan saat ini.

Semua kenangan indah bersama teman adalah hadiah yang mengisi ruang hati.
Dan semua kisah sedih akan membentuk kita seutuhnya.
Semua tersimpan dalam istana memori.

Dimana aku?
Saat ini aku hanya ingin berdiri pagi ini.
Membiarkan sinar matahari menghangatkan jiwa.
Embun pagi menyapa lembut di ujung-ujung jari yang membelai ilalang.
Dan udara sejuk mendinginkan hati.

Ketika membuka mata, aku tahu akan melihat melihat sebuah jalan.
Aku akan berlari lebih cepat lagi dan terbang lebih tinggi lagi.
Menjadi elang.....


-sebuah sabtu pagi, untuk teman yang pergi-