Thursday, December 25, 2008

Papa, Mama, Zahra Minta Maaf......

Meminta maaf menjadi sebuah pelajaran penting untuk kami sekeluarga. Pada suatu malam, Zahra sudah sedemikian nakalnya. Zahra mencakar pipi Papanya sampai berdarah.

Kami pun memutuskan memberi hukuman untuk dia. Tapi kita tidak suka dengan konsep hukuman fisik. Jadi kami memberikan hukuman yang ringan untuk kita tapi berat untuk Zahra.

Zahra boleh bermain dimana pun di apartemen kami, tapi..... dia tidak boleh bermain di kasur bersama Mama dan Papanya. Zahra boleh bermain di kasur dengan syarat, dia meminta maaf kepada Papanya.

Kami merasa itu akan menjadi pembelajaran yang baik, karena selama ini kami memperhatikan, dia tidak pernah meminta maaf dan selalu merasa benar. Saat merebut mainan sepupunya Saskia, atau saat mencubit tantenya Bi Aina. Zahra tidak pernah mau meminta maaf.

Benar saja, Zahra memaksa main di kasur. Tapi tentu saja kami halangi karena dia belum meminta maaf. Semakin kami halangi, Zahra semakin marah dan mulai menangis bahkan berteriak-teriak. Tapi sayangnya dia tetap tidak mau meminta maaf.

"Zahra nggak mau minta maaf, kayak orang bodoh!" teriaknya yang juga membuat kami kaget. Inikah yang ada dipikirannya selama ini tentang meminta maaf.

"Zahra, kan Zahra sering lihat Papa minta maaf kalau punya salah sama Mama, juga sebaliknya. Meminta maaf itu tidak bodoh Zahra. Itu berarti Zahra anak shalihah kalau meminta maaf," kata Desti.

Dua jam lebih berlalu, Zahra tetap berteriak-teriak dan tidak mau minta maaf. Wajahnya terlihat lelah dengan air mata bercucuran. Kami sungguh tidak tega melihatnya. Padahal asal dia bilang maaf, dan semua ini berakhir. Sayang Zahra begitu keras kepala hingga dia kelelahan.

Desti pun memeluk dia sampai Zahra tertidur. Setelah Zahra ditidurkan, kami berpelukan. "Ma, kita coba lain kali ya," kata gue. Apa kami terlalu keras terhadap dia? Kami juga tidak mau menjadi orang tua yang kejam.

Pada pagi harinya, Desti sedang menyiapkan sarapan dan gue membereskan kamar tidur. Zahra tiba-tiba berlari dari arah ruang makan dan memeluk gue.

"Papa, Zahra minta maaf," ujarnya dan gue bengong. Lalu dia pun lari ke dapur sambil gue susul dari belakang.
"Ma, Zahra udah minta maaf sama Papa," kata gue. Zahra pun lalu memeluk mama.
"Mama, Zahra minta maaf,"

Orang tua mana yang tidak luluh kalau anaknya meminta maaf dengan tulus. Kami pun memeluk Zahra erat-erat. Pelajaran meminta maaf kami ternyata berhasil. Dan Zahra pun duduk senang menikmati yoghurt strawberry kesukaannya sebagai hadiah.

Sejak saat itu meminta maaf menjadi lebih mudah untuk Zahra. Maaf saat dia menumpahkan jus jeruk. Maaf saat dia ribut waktu mamanya main gamelan di KBRI. Dan maaf-maaf yang lain.

Di sisi lain, kami pun selalu berusaha memberi contoh di depan dia saat kita saling meminta maaf. Meminta maaf adalah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah. Meminta maaf tidak hanya menjadi pelajaran penting buat Zahra, tapi juga buat gue dan Desti.

Zahra dan Snow White

Akhirnya kami menemukan tontonan yang pas untuk Zahra. Pertama-tama kita memang tidak punya televisi di Berlin. Jadi hiburan kita adalah Youtube yang kita tonton dari internet di laptop Desti.

Zahra sudah mulai bosan dengan beberapa lagu anak-anak berbahasa Indonesia, Inggris atau Jerman, juga Baby Einstein. Kita coba browsing film-film klasik Disney dan kita nemu... Snow White.

Kami sekeluarga sangat menikmati film itu. Zahra senang dengan banyaknya hewan yang lucu di film itu. Juga kurcaci-kurcaci sahabat Snow White. Filmnya jadi mengharukan saat Snow White makan apel beracun. Zahra membuat analisa sendiri.

"Pah, Puteri Saljunya sakit perut makan apel ya???"

Akhirnya sang pangeran datang mencium sang puteri untuk membebaskan kutukannya. Snow White pun pergi dengan sang pangeran...... The End.....

Tapi... kok tiba-tiba Zahra mukanya mau nangis gitu. Bibirnya pun menyan menyon menahan nangis.

"Zahra kenapa?" kata Desti....
"Kok puterinya pergi? Kurcacinya ditinggalin ya Ma??" kata dia dengan mata berkaca-kaca. Lalu dia nangis tersedu-sedu.

Aduuuuuuh Zahra kami yang lucu, rupanya dia mudah terharu gitu hehehehehehe. Dia rupanya terbawa perasaan menonton film Snow White. Dia pikir filmnya sad ending dengan adegan puteri meninggalkan sahabat-sahabatnya... Zahra absolutely dislike the farewell scene.

Jadilah kami menjelaskan, "Zahra, mereka tidak berpisah. Puterinya pulang dulu ke istana dengan pangeran. Kan nanti puterinya bisa maen lagi ke hutan kalau mau bertemu kurcaci". Zahra seemed to understand.

Next time, kita nonton Cinderella. Adegan penutupnya, Cinderella dijemput pangeran setelah dia terbukti sebagai puteri bersepatu kaca. Cinderella meninggalkan semua teman-teman hewannya yang lucu.

Walah....alamatan nangis lagi nih anak. Eh bener kan mulutnya menyan menyen lagi dengan mata berkaca-kaca. Jadilah buru-buru Desti memeluk dia sambil membuat klarifikasi sebelum dia salah paham lagi hehehehehe.

"Zahra, Cinderellanya cuma pergi sebentar kok ama pangeran. Kan nanti bisa balik lagi," kata Desti.

Zahra kami itu, dibalik sifatnya yang super aktif, banyak akal cenderung bandel, jago ngeles, plus galak, ternyata...... perasaaannya halus..... We love you Zahra....!

Leunca!!!!

Ini sebenernya cerita yang ditunggu-tunggu keluarga di Indonesia, maaf baru dimasukin blog sekarang. Jadi November kemaren akhirnya gue bisa balik lagi ke Istana Sanssouci, Postdam. Dulu tahun 2003 kesini bareng temen-temen kampus waktu studi banding DAAD.

Yang paling membahagiakan adalah sekarang bisa balik lagi ke istana saingan Versailles ini bareng Desti dan Zahra. Ini salah satu dari sekian banyak doa yang dikabulkan Allah. Alhamdulillah.

Istana ini masih tetap romantis seperti dulu. Alhamdulillah dari sekian banyak hari di musim gugur yang mendung atau hujan, hari itu matahari bersinar cerah. Kami sangat-sangat menikmati berkeliling di istana kerajaan Prussia ini.

Zahra bisa liat bebek-bebek yang bulunya cantik-cantik. Dan sama-sama menikmati sandwich yang Desti bikin untuk bekal.

Akhirnya kita sampai di kebun anggur istana yang disusun indah berundak-undak. Kalau dilihat dari kolam ke arah istana, bentuknya bagus banget. Seperti foto yang di atas itu. Sayang sudah mau masuk winter, jadi sudah tidak berbuah.

Kita pikir ini pengalaman bagus buat Zahra melihat langsung pohon anggur. Jadi Desti mencari-cari dan ternyata masih ada sisa-sisa buah anggur yang kacingkalang alias gagal matang. Ukurannya pun lebih kecil dari anggur biasa.

"Zahra ini buah anggur...," kata Desti. Zahra berpikir sebentar dan lalu spontan menyahut.
"Ini leunca ya ma!!!"

HAHAHHAHAHAHA ya ampun Zahra, kok ada leunca alias lalapan orang Sunda di Istana raja Jerman. Wah ini sih pasti gara-gara Zahra suka bantuin Nin Ratti dan Uu di Cirebon metik leunca. Zahra pikir itu buah yang sama karena bentuknya sama-sama kecil dan sudah menghitam.