Wednesday, March 21, 2007

Still Sleeping Jakarta

Motorku meraung 90 km/jam membelah Sudirman. Jam tangan saat itu menunjuk ke angka lima.

Ufuk merah bahkan belum muncul di langit Jakarta yang masih gelap. Tapi aku sungguh dikejar waktu secepatnya tiba di Istana Negara. Bisa gawat, kalau ketinggalan rombongan wartawan untuk acara SBY di Subang.

Baru kali ini pergi kerja bahkan sebelum shubuh. Jam belum menunjuk angka 4 waktu aku meninggalkan rumahdi Parung. Dalam hati, aku memecahkan rekor kecepatan menuju Istana Negara.

Cuma ada badan ini, dan motorku di jalanan. Aku cuma lihat petugas dinas pertamanan yang menyapu aspal. Jam 5 shubuh! Menyapu jalan dari sampah yang kita buang.

Di puncak kesunyian aku hentikan motorku. Posisinya di Bundaran HI. Masih ada waktu, pikirku saat melirik arloji. Kuambil Creative Divicam 525D dari tas. Jepret, kuabadikan sunyinya landmark Ibukota dengan kamera ber-zoom mentok ini.

Nyaris tidak ada siapa-siapa. Kecuali sekelompok pekerja bangunan Grand Indonesia bermain air kolam, di titik yang menjadi saksi bisu hiruk pikuk manusia di siang hari. Aku nyaris tidak percaya, Jakarta bisa tertidur......

Monday, March 12, 2007

U R What U Read

Ada pepatah bilang "you are what you read". Apa yang kita baca membentuk karakter kita.

Hari ini gue jadi wartawan, terus gue mikir gue dulu baca apa? Ya ampun.... Buku yang pertama diperkenalkan ibu gue tuh ternyata Tintin, itu waktu gue masih balita. Dan gue nggak pernah menyangka, 20 tahun kemudian gue jadi wartawan kaya Tintin.

Ibu gue dulu ikut pertukaran pelajar mahasiswa Sastra UI ke Perancis. Gue belum lahir lah. Yang jelas, ibu gue demen banget ama Tintin.

Pas Tintin keluar edisi Indonesianya, ibu gue beli, gue ngga tahu kapan. Yang jelas waktu gue belum bisa baca, masuk TK pun belum, gue dibacain komik Tintin sebelum tidur siang. Gue kagak pernah diceritain Si Kancil, gue tahu dongeng itu malah dari nenek gue.

Gue cuma mengerti gambarnya, ibu gue yang bercerita. Setelah gue pikir-pikir, dari Tintin gue belajar membedakan tanda seru ama tanda tanya. Gue juga diajarin moralitas dari komik Tintin.

"Faya, tahu nggak kenapa Tintin selamet terus? Karena dia sering menolong orang," gitu kata ibu gue.

Pas gue bisa baca setelah SD, ibu gue beli lebih banyak komik Tintin. Gue sih ngaku terinspirasi bertualang dari si jambul ini, makanya gue ikut pecinta alam waktu masuk SMA. Demikian seterusnya sampai hari ini gue jadi wartawan dan menikmati setiap petualangan mencari berita.

Gue baru ngeh pas kemarin-kemarin, dan gue tanya Desti apa gue jadi wartawan karena dulu baca komik Tintin?
"Bisa jadi....." kata Desti sambil menaikan alisnya.

Friday, March 9, 2007

Onizuka Sensei

Pada suka dorama Jepang? Udah pada nonton Great Teacher Onizuka, anime atau dorama-nya?
Daripada dorama cinta gitu, gue lebih seneng yang ini sih. Gue nonton waktu masih kuliah dulu, yang versi doramanya.

Buat yang belum tahu, ini drama tentang mantan ketua geng motor yang punya cita-cita luhur jadi guru seriously. Jadilah Eikichi Onizuka guru wali kelas yang seluruh muridnya bermasalah dari preman sampai yang depresi. In the end (spoiler allert!) dia berhasil merangkul murid-muridnya dan mencuri hati Azusa Fuyutsuki, gebetannya sesama guru. Serial lucu tapi tetap romantis.

Dorama ini sebenernya menggambarkan bingungnya remaja mencari jati diri, tapi guru-guru tidak pernah menempatkan dirinya sebagai teman di saat kritis ini. Guru cuma bilang kamu adalah winner kalau bukan loser, untuk jadi winner kamu harus belajar keras. Tahu kan stress-nya anak-anak sekolah Jepang...

Konsep winner dan loser dikritik film ini karena mematikan potensi sesungguhnya dari seorang murid. Iya juga sih, Indonesia juga ngga beda jauh. Otak kiri yang berurusan dengan logika diforsir sedangkan otak kanan yang berurusan dengan kreativitas tidak disentuh. Anak yang otak kanannya bagus dan pandai melukis atau bernyanyi tetap dianggap bodoh karena matematikanya dapat 5.

Onizuka sensei yang slengean menempatkan dirinya sebagai teman yang sejajar tanpa kehilangan respek. Sementara guru lain menuntut respek dan memposisikan diri mereka terlalu di langit. Gue jadi inget Pak Taufik, guru tata negara gue waktu SMU. Dia juga menempatkan diri dia sebagai teman dan jadi populer banget. Nggak ada yang kabur, kalau dia ngajar.

Jangankan Jepang, negara ini juga perlu lebih banyak Onizuka......

BTW, beli juga DVD Detective Conan The Movie yang versi orang bukan kartun. Judulnya Challenge Letter to Shinichi Kodou. Ini edisi peringatan 10 tahun komiknya. Ceritanya adalah kasus terakhir Kudou sebelum dipaksa telan pil yang bikin dia jadi anak kecil. Jadi kaya prequel gitu ke komiknya. Halah, jadi promosi gini gue...........

Kembali ke Laptop !

Maaf, ini bukan soal Tukul Arwana.

Beberapa hari lalu, gue jemput Desti ke FE UI. Kebetulan gue bisa pulang cepet karena acara di Istana sudah habis. Gue sampai di sana selepas Magrib.

Gue menyusuri koridor kampus menuju gedung Departemen Akuntansi. Yang gue lihat mahasiswa-mahasiswa duduk berjejer di lantai, masing-masing membuka laptop dan asyik dengan tugas-tugas kuliahnya.

Pemandangan yang belum ada waktu gue kuliah di UI 2000-2004. Laptop sekarang murah atau mahasiswa UI sekarang tajir-tajir ya? Semoga jawabannya yang pertama.

Jawaban kedua adalah kekhawatiran gue dan temen-temen angkatan, waktu Rektor memutuskan menaikan SPP secara drastis tahun 1999. Kritik kita adalah akan adanya seleksi alam di UI, cuma mahasiswa kaya aja yang bisa kuliah di sini. Semoga ini tidak terbukti.

BTW, Rektor juga membabat sebagian hutan untuk dibuat parkir mobil, karena mungkin makin banyak mahasiswa UI yang bawa mobil. Gue hanya menghela nafas panjang mengenang pergi ke kampus jalan kaki dengan temen-temen kontrakan gue..........

Wednesday, March 7, 2007

Jauhnya...........

"Rumah loe dimana, Fay?"
"Parung,"
"Jauh bener......."

Paling sering deh temen-temen wartawan ngomong gitu kalau nanya rumah gue. Gue, Desti dan Zahra emang tinggal di rumah mungil di Cluster Griya Ganesha, Telaga Kahuripan, Parung-BOGOR.

Kalau dirasa-rasa memang jauh sih rumah gue. Dengan patokan Monas yang jadi titik utama liputan gue (Istana, Deplu, Depag, Depdagri), itu jaraknya pas 50 km dari aspal depan rumah gue sampai parkiran Depdagri.

Kalau pake kendaraan umum bisa 3 jam, tapi kalau pake motor 2 jam perjalanan. Perjuangannya lumayan lah kalau berangkat kerja. Gue harus melewati 4 kota di 3 provinsi. Kebayang nggak...?

Dari Parung (Kabupaten Bogor) gue lempeng sampai Sawangan (Depok) - JAWA BARAT. Terus lempeng lagi masuk Ciputat (Tanggerang) - BANTEN. Terus lempeng lagi masuk Lebak Bulus (Jakarta). Emang sih jalannya lurus aja gitu, kagak ada belok-belok sampai arteri.

Gue emang sangat terbantu dengan motor Shogun biru dari kantor gue. Motor peninggalan Atqa, anak Detik yang kuliah ke Malaysia, ini cukup handal buat gue bawa bolak-balik Bogor-Jakarta. Dua jam perjalanan ke kawasan Monas bisa gue tempuh karena menghapal banyak jalan tikus.

Tapi gue emang nggak mau cari rumah di Bekasi atau Tanggerang. Harus Depok atau Bogor, karena Desti kerja di FE UI. Mending gue yang jauh daripada Desti. Meskipun jauh, gue harus bersyukur untuk banyak hal.

Pertama, hawanya fresh banget. O2 sudah jadi barang langka di Koja, Jakarta Utara. Kedua, bebas banjir. Ketiga, airnya PDAM dan air yang sama yang dikirim ke Cendana (ini kata orang PDAM-nya, pantes adem). Keempat, kompleks gue ada danaunya, minggu pagi gue bisa ajak Zahra jalan-jalan dan dia bisa belajar jalan sepuasnya sambil lihat pemandangan.

Kelima, sejumlah barang kebutuhan harganya murah, beli aja langsung dari kampung. Keenam, gue nggak sendirian, tetangga gue Sukmo Radio Trijaya. Wapemred detikcom, Mas Asydhad satu kompleks ama gue walaupun beda cluster. Sepupu gue juga tinggal depan rumah gue. Ketujuh, harga rumahnya lebih murah daripada Depok. Masih banyak lagi deh yang lain.

Rumah gue emang jauh, tapi gue kerasan. Gue cuma minta Allah mendaratkan kami di tempat yang baik. Di Parunglah kini kami berada, dan gue yakin itu tempat yang Allah tetapkan untuk doa kami.

Friday, March 2, 2007

Watch Out Mr President!




Nge-pos di Istana Negara meletakan gue di pusat pemerintahan republik ini. Tempat dengan pemeriksaan keamanan dua lapis, tiga lapis kalau ada tamu negara. No jeans, shirt, and sandals area. Gue sempat berpikir tempat ini bener-bener aman. Apa iya?

Tapi pas hari Jumat 2/3/07 gue bengong di depan Kantor Presiden karena SBY tidak ada kegiatan khusus. Gue jadi mikir, amankah Presiden? Istana menurut gue terlalu banyak ruang terbuka.

Misi assasination lewat penyusupan sepertinya sulit. Tapi, kalau SBY di-sniper musuh negara ini, kata gue sih bisa aja. Salahkan Pemda DKI Jakarta dalam mengatur tata ruang. Ada dua gedung yang menjulang secara mencolok dan terlihat jelas dari tengah kawasan Istana. Gedung itu adalah Apartemen Istana Harmoni dan Bank BTN. Dari gedung ini sniper bisa melihat ke tengah Istana.

Kalau SBY pergi dari Istana Negara ke Kantor Presiden yang jaraknya sekitar 100 meter, jalan kaki atau naik mobil golf, pasti kelihatan dari dua gedung ini. Soalnya itu tempat terbuka yang tengahnya taman seluas lapangan bola.

Nembak dari Bank BTN agak susah, tapi kalau dari Apartemen Istana Harmoni lebih gampang. Tinggal sewa satu di antara ratusan apartemen di bangunan itu yang mayoritas memang punya balkon yang menghadap istana.

Pas gue lihat di peta, jaraknya ternyata cuma 600 meter dari daerah terbuka itu. Tepatnya 5 cm dalam skala 1:12.000.

Gue buka-buka Wikipedia, ternyata jarak 600 meter bisa dijangkau dengan senapan sniper. Pelurunya cukup dengan kaliber 7,62x51 mm standar NATO atau lebih dikenal dengan nama kaliber .308 Winchester. Jarak jangkauan pelurunya 800-1.000 m. Cukuplah buat sasaran berjarak 600 meter.

Pilihan senjatanya, ternyata....lumayan banyak. Eksekutor bisa memilih FRF2, M24, M40A1, M40A3, atau M25. Eksekutornya tinggal bikin kopi panas, gelar karpet tebel di teras balkonnya, berbaring, pasang snipernya. Dengan bantuan alat sadap atau info dari agen yang masuk ke Istana, dia dapat jadwal kapan SBY keluar dari Istana Negara ke Kantor Presiden.

Dor!

Tapi setelah gue pikir-pikir lagi, negara mana yang perlu membunuh pemimpin republik ini? Gue mungkin kebanyakan nonton film-film dari novelnya Tom Clancy ; )

Soal foto: paling atas itu M40A1 terus bawahnya FRF2, dan terakhir M24