Sunday, August 26, 2012

Ini Dia Tahu yang Lebih Enak Dari Tahu Sumedang!

Buat banyak orang, Tahu Sumedang sudah tersohor kelezatannya. Tapi untuk yang tinggal di Ciayumajakuning - Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan plus Ciamis, mereka mungkin tahu yang Anda belum tahu: Ada yang lebih enak dari Tahu Sumedang.

Tahu Lamping namanya, asli dari Kuningan. Bentuknya mirip Tahu Sumedang, disajikan dalam keranjang anyaman. Rasanya boleh diadu, tapi Tahu Lamping ini diklaim lebih padat dan tidak kopong seperti Tahu Sumedang. Pembaca detikTravel menyebut persaingan dua tahu ini seseru Apple VS Samsung. Saya setuju.....

Kalau saya harus memilih, saya membela Tahu Lamping. Soalnya saya memang membenci kopongnya Tahu Sumedang, nggak kenyang-kenyang jadinya. Lantas, kemana kita mencari Tahu Lamping?

Lamping adalah sebuah daerah di Kuningan, tepatnya 1 km setelah Masjid Agung Kuningan ke arah Ciamis. Ciri-cirinya gampang, tiba-tiba Anda akan terjebak kemacetan selepas Masjid Agung. Itulah daerah Lamping, atau tepatnya Jl Veteran, Kuningan.

Kemacetan ini karena banyak kendaraan yang parkir di kanan dan kiri jalan. Perhatikan baik-baik, di kanan dan kiri jalan itu banyak toko yang menjual tahu panas, Tahu Lamping namanya.

Ada banyak toko penjual Tahu Lamping, tapi yang menjadi favorit adalah Tahu Kopeci dan cabangnya Tahu Kopeci 2 yang berada di seberangnya. Tahu Kopeci paling menyedot perhatian traveler dibandingkan toko Tahu Lamping lainnya. Tahu Kopeci ini favorit mendiang bapak mertua. Beliau lah yang mengajarkan saya untuk mencintai Tahu Lamping dan pindah ke lain hati dari Tahu Sumedang hehehe.

Saya mampir Selasa 21 Agustus, hari ketiga Lebaran. Kopeci Satu tutup, tapi Kopeci Dua sudah buka begitu pula aneka pesaing mereka. Suasana di Tahu Kopeci penuh sesak pengunjung. Sambil menunggu antrean, saya wawancara seorang pembeli.

"Tahu ini lebih enak dari Tahu Sumedang. Kalau Tahu Sumedang yang baru digoreng kan kopong, kalau Tahu Lamping ini tetap padat berisi. Jadi, tahu ini lebih mengenyangkan selain juga lebih gurih," kata Iip, asal Ciamis. Saya manggut-manggut setuju.

Model pembeliannya "first come first served", yang datang duluan dilayani duluan. Saking lakunya, tahu yang baru keluar dari kuali besar tidak pernah lama-lama berada di tempat saji. Hup hup! Penjual Tahu Lamping dengan cekatan memasukkan tahu panas ke dalam keranjang. Teteh-teteh yang melayani pembeli ini sudah biasa memegang tahu panas.

Saya sengaja masuk ke ruang penggorengan tahu, dan mengobrol dengan Maman, pengolah tahu yang sedang sibuk mengangkat papan-papan berisi tahu mentah berukuran 80x80 cm siap goreng. Sambil mengusap peluh di ruang pengap itu, Maman bertutur lancar.

"Tahu Kopeci dan Kopeci 2 ini adik kakak, sudah lama berjualan tahu di sini. Dalam sehari kita bikin 3,5 kuintal tahu, kalau Lebaran bisa sampai 4,5 kuintal dan pasti habis," kata Maman, pengolah Tahu Lamping.

Maman balik bertanya, saya siapa. Saya jelaskan saya wartawan detikTravel, situs berita traveling paling top di Indonesia, hehehe. Tapi saya jelaskan, bapak saya pun asli dari Lengkong, Kuningan. Nah di sinilah hebatnya brotherhood orang Kuningan.

Kalau Anda traveling ke Kuningan, berbincang dengan orang lokal, dan BISA menunjukan kalau Anda berkerabat/berteman dengan orang dari salah satu desa di Kuningan, Anda langsung dianggap saudara! Begitu saya bilang bapak saya dari Lengkong, Maman langsung girang.

"Pan eta si Juju juga dari Lengkong!" kata dia sumringah.
Juju siapaaaaaaa??? Nggak kenaaaaallll, rasanya saya ingin jatuh berlutut di depan dia. Tapi sifat brotherhood inilah yang membuat semua penjual mie rebus dan bubur kacang asal Kuningan di Jabodetabek kompak-kompak.

Coba saja datang, ke penjual mie rebus yang asli Kuningan, bilang "Kang, bapak saya teh asli dari (sebut nama daerah di Kuningan)." Pasti dia girang dan Anda mungkin boleh berhutang mie rebus hehehe.

Anyway, Tahu Lamping dihargai Rp 500 per biji. Biasanya pengujung membeli Rp 20.000 untuk 40 tahu yang memang pas memenuhi keranjang anyaman. Cabe rawit menjadi teman setia tahu ini. Sajian lain adalah susu kedelai yang dijual Rp 2.000 sekantung kecil ukuran 200 ml.

Tahu panas sudah di tangan saya, saatnya mencicipi tahu ini. Nyamm! Kelezatan Tahu Lamping, bukan omong kosong belaka. Satu keranjang Tahu Lamping jadi teman perjalanan saya kembali ke Cirebon hari itu.

Kisah Tahu Lamping ini bisa dinikmati versi beritanya di sini.

Road Trip Wanayasa, Asoy Geboy!

Harusnya tulisan ini masuk ke dalam artikel detikTravel, namun apa daya. Saya minim foto dan data, ini semua gara-gara perjalanan ini dilakukan dalam rangka mudik dan hati dagdigdug karena butuh lebih dari 10 jam untuk sampai ke kampung halaman di Cirebon.

Jadilah kami: saya, Desti, dua anak kami Zahra dan Dzaky, plus Fitri adik ipar, bergabung bersama jutaan orang lain yang memilih mudik pada 17 Agustus lalu. Saat bendera Merah Putih dikerek naik lewat upacara bendera, kami sudah membelah jalan tol Jagorawi.

Dicky, anak magang detikTravel memberi kabar buruk dari BB. Dia hanya beringsut di Pantura. Oke, saya akan ambil jalan Sadang. Namun rupanya, pintu tol Cikampek sudah ditutup, semua kendaraan diminta keluar di Sadang.

Walhasil, Sadang pamer paha -padat merayap tanpa harapan- dan ketika kami tinggal melintas lampu merah, Sadang ditutup polisi tepat di depan hidung saya. What!!!

"Liwat Wanayasa!" kata bapak polisi.

Tahu begitu, saya keluar sekalian dari pintu tol Purwakarta. Sumpah, saya nggak punya bayangan lewat Wanayasa itu seperti apa. Plang "Wanayasa belok kiri" terbaca dan Terios kami nan perkasa ini masuk menyusuri jalan kampung yang kecil.

Hei, hei, pemandangannya asyik juga dan edukatif buat Zahra yang jarang bisa melihat sawah. Kami disuguhi padi, tebu, jagung, ubi, balong ikan. Yang membuat kami tergelak adalah balong ikan bertuliskan "Sedia Anak Buaya" Serius? Kami ingin berputar balik, tapi konvoi mobil mudikers di belakang menyulitkan kami untuk putar arah.

Jalan desa yang kami ambil akhirnya bertemu dengan jalan utama Wanayasa dari mereka yang keluar di pintu tol Purwakarta. Sistem buka tutup jalan sempat membuat beberapa mobil frustasi dan putar balik. Tapi kami terus melaju, sabar-sabar sajalah.

Jalan raya Wanayasa punya pemandangan yang lebih asyik. Rupanya banyak destinasi wisata yang saya juga baru tahu. Kami lewat Situ Buleud, danau yang tidak terlalu besar, tapi ditata rapi. Ada juga Curug Cijalu yang tidak pas di pinggir jalan, tapi mesti masuk dulu 5 km. Entah seperti apa penampilannya. Lagi-lagi, saya tak sempat berfoto di Situ Cibuleud, gara-gara memburu waktu ke Cirebon.

Pemandangan asyik lainnya adalah warga desa menjemur cengkeh. Yup! Cengkeh ada dimana-mana. Warga gelar terpal di halaman untuk menjemur cengkeh. Rupanya pula, di kawasan ini teras persawahannya pun hijau dan cantik, seperti di Ubud.

Di lereng gunung mana ini kami berada? Google map menunjukan kalau mobil kami melintas di belakang Gunung Tangkubanperahu. Pantas saja, hawa lebih adem daripada di Pantura.

Menjelang simpang Cagak, Subang, pemandangan berganti dengan jejeran penjual nanas nan menggiurkan. Apalagi, kondisi lagi macet karena buka tutup jalur, mana tahan kalau nggak beli nanas. Dengan membayar Rp 10.000, dua nanas pun menambah penuh belakang mobil kami.

Nah, pemandangan dari Cagak menuju Sumedang tuh yang asyik. Kebun teh menghampar diselingi jejeran pohon sengon. Lagi-lagi, karena lagi tanggung jalanan lancar, saya urungkan niat berhenti untuk mengambil gambar.

Jalan Cagak ini membawa kita menembus persawahan sampai ke Cimalaka, Sumedang menjelang magrib. Polisi menahan iring-iringan mobil kita sampai 15 menit, demi memberi jalan kendaraan dari Bandung. Nah, di pinggiran jalan berjejerlah aneka penjual tahu Sumedang. Karena waktu buka puasa sudah dekat, konvoi mudiker pada kalap meninggalkan mobil masing-masing untuk memborong tahu hehehe.

Selepas itu jalanan lancar sampai kita masuk Majalengka malam hari. Pas balik ke Jakarta beberapa hari kemudian, pada siang hari, barulah saya sadar Majalengka sudah lebih menarik untuk para traveler. Saya angkat topi untuk Pemkab yang mencoba menata taman kota. 3 Hal yang saya garis bawahi.

Alun-alun Majalengka punya air mancur yang interaktif untuk anak-anak bermain basah-basahan. Kedua, bundaran tugu ikan, sekarang punya taman kota yang memajang jet tempur tua, tapi dicat ulang sampai kinclong. Keren banget nih ada monumen pesawat jet! Ketiga, menjelang arah Kadipaten, ada tugu tulisan 'KOTA MAJALENGKA', konsepnya meniru tulisan Hollywood, Pantai Losari, I AmSterdam. Sederhana, tapi menarik banget buat nongkrong.

Yudasmoro protes kenapa saya nggak twit pic. Sorry banget bro, saya nyetir dan istri jaga 2 anak yang hiperaktif hehehe.

Tapi, satu hal kita baru menyadari betapa Pantura itu membosankan, walaupun mobil bisa melaju kencang. Sebaliknya, jalan alternatif Wanayasa atau Sadang butuh waktu lebih lama, tapi dua jalan ini menawarkan pemandangan yang lebih asyik dengan banyak tempat menarik untuk sebuah road trip yang berkesan.

Dalam hati kami berjanji, kalau lewat Sadang atau Wanayasa lagi, kami akan menikmati setiap kilometernya. Banyak berhenti untuk menikmati suasananya, termasuk menemukan gambar menarik macam toko seluler dengan nama istri saya seperti di samping ini. Semua itu demi Situ Buleud, demi kebun teh, demi sawah menghampar, demi tugu pesawat tempur, demi traveling yang berkualitas.

Sunday, August 12, 2012

My Sacrifice

Badan ini lelah saat kembali ke rumah usai bikin e-KTP malam-malam di kantor kecamatan. Namun dengan sisa tenaga, ingin rasanya membuka email di laptop. Takutnya ada email penting dari para Traveltrooper, maklum Blackberry lagi dirawat inap di Cempaka Mas.

Namun, yang saya temukan adalah sebuah email dari Jerman, isinya menusuk hati sebenarnya. Tentang sebuah mimpi yang harus saya korbankan ketika memilih menjadi Redaktur Pelaksana detikTravel.

Apakah saya mengorbankan sesuatu yang penting? Jawabannya IYA.

Saya percaya, manusia yang baik harus hidup dengan banyak pilihan dan rencana. Saya membuat banyak hal semacam itu. Senang rasanya ketika saya punya banyak cara untuk menjalani hidup yang cuma sekali ini. Selain berkarir, impian lama saya dan juga Desti adalah bersekolah setinggi-tingginya.

Sudah komitmen kita sejak pacaran, yang satu akan mendukung yang lain untuk bersekolah, apapun risikonya. Tapi kami bukan orang kaya dan kami terbiasa mandiri, andalan kami adalah uang beasiswa. Desti sudah dapat Master of Art dari Fachoschule fuer Wirtschaft und Recht Berlin, kini sebenarnya adalah giliran saya.

Yang menarik hati saya adalah Master's Program International Media Studies dari Deutsche Welle Akademie bekerja sama dengan Fachoschule Bonn-Rhein-Sieg. DW yang bagi saya adalah BBC-nya Jerman, menjadi tempat khayalan ini melayang bahwa saya kerja jadi wartawan di kantor berita asing.

Alangkah girangnya saat 3 tahun lalu saya tahu telah dibuka DW Akademie, sekolah tinggi yang dibikin khusus untuk para wartawan. Saya sudah terbayang thesis saya kelak adalah soal Media Online. Bermodal pengalaman 6-7 tahun jadi wartawan detikcom dan beasiswa DAAD, DW Akademie adalah mimpi yang sempurna. Bersekolah di DW, belum sampai bekerja di sana lho, itu tetap terdengar indah di telinga ini.

Aplikasi kuliah sudah dikirim, lamaran beasiswa DAAD pun demikian, lalu pilihan kedua itu datang tiba-tiba: Promosi ke posisi Redaktur Pelaksana detikTravel. Saya mendadak dalam kebimbangan panjang.

detikTravel adalah tantangan sekaligus impian juga, plus mungkin doa Desti. Semasa di Jerman dan kami jadi backpacker ke beberapa negara dan menulis artikel untuk detikcom, Desti pernah berucap, "Kenapa kamu nggak jadi wartawan travelling saja sayang? Mungkin namanya Detik Travel atau apa gitu?" Ketika kami kembali ke Indonesia, kanal ini sungguhan ada hehehe.

Tapi butuh waktu setahun lebih sampai akhirnya Mas Asydhad selaku Wapimred saat itu untuk menawari posisi yang saya juga sama sekali tidak terpikir. Saya tahu saya akan ditarik dari comfort zone sebagai Waredpel detikNews. Artinya banyak tantangan di depan, tapi ini bidang yang saya suka sebenarnya.

Jika saya mengiyakan, artinya saya harus mengorbankan cita-cita saya bersekolah S2. Karena, saya nggak mau setengah-setengah dalam mengerjakan sesuatu, atau kabur di tengah jalan. Saya harus menghanguskan aplikasi saya dengan berat hati. Sangat berat hati.

Maka jadilah saya Redpel detikTravel, menjadi mentor untuk 4 anak muda yang harus saya poles dan bakar semangatnya. Pada medio Januari 2012, ponsel saya berdering dengan nomor awal +49..... dari Jerman.

Benar saja, DW Akademie menelepon saya. Seorang perempuan berbahasa Inggris, namun dengan aksen Jerman yang kental. Dia menanyakan kelanjutan proses aplikasi S2 saya di DW Akademie.

"I would love to, but I've been promoted as Managing Editor. So, I'm afraid that I can't continue my application process in DW Akademie," ucap saya dengan kerongkongan yang seret.
"If you are still interested with our program next year, you can still apply from our website. Best wishes," ujar suara dari ujung sana.

Itulah terakhir kalinya DW menelepon saya. Email yang saya terima semalam adalah penegasan obrolan tempo hari. Tapi hidup adalah pilihan, selalu ada yang dikorbankan demi sebuah cita-cita dan kehidupan yang lebih baik. Saya berdoa ini adalah pilihan terbaik yang ditetapkan Allah, Sang Maha Mengetahui.

Ada sebuah gambar yang dulu suka saya lihat dari situs DW Akademie di internet, untuk membakar semangat saya waktu menyusun aplikasi S2 ini. Gambar itu tinggal kenangan, saya mungkin tidak akan pernah berada di tempat itu. Gambar itu adalah gedung Deutsche Welle Akademie....

Saturday, August 11, 2012

Puisi Twitter (#Puitwit) 1-10

Inilah cikal bakal Puisi Twittter yang saya kembangkan. Awalnya belum pakai hastag #Puitwit. Benar-benar spontan apa yang dirasakan saat itu. Temanya juga masih sangat personal. Teksnya dibiarkan apa adanya saat copy paste dari timeline di Twitter. Ternyata, hobi ini semua bermula pada tanggal 23 Juni 2012. Enjoy!

------------


1.
23 Jun Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny ‏@fayanamaku
Lalu lembut kucium dirimu. Selembut angin malam mencumbu Ciremai. Mahligai cinta kita dibangun di sini, 8 tahun silam

2.
23 Jun Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny ‏@fayanamaku
Kami pun lari, berdua, saat kabut malam membungkus Ciremai. Aku dan dia ingin kembali ke tempat saat cinta kami dirajut #cirebonhometown

3.
23 Jun Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny ‏@fayanamaku
Kugenggam erat jemarinya saat kami menyusur jalan desa di Sangkanurip. Kubiarkan Orion cemburu pada kami di langit malam #cirebonhometown

4.
27 Jun Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny ‏@fayanamaku
Let the wind blows, sometimes we just don't know why

5.
27 Jun Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny ‏@fayanamaku
Dan biarkan hawa pagi mengisi paru-paruku, lantas kuucapkan selamat pagi pada dunia ketika air wudhu mencuci wajahku

6.
27 Jun Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny ‏@fayanamaku
In a place called Home, I have a lot amount of Love and Passion

7.
27 Jun Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny ‏@fayanamaku
Wahai hari, berkah Tuhan yang mana yang dititipkan padamu kali ini. Biarkan aku menjemputnya dengan hati ikhlas, tenang tanpa pergolakan

8.
3 Juli Fitraya Ramadhanny ‏@fayanamaku
Ya Allah, aku hanyalah cangkir kecil yang Kau tuang lautan ilmu. Tapi ingin kureguk smua, walau perlahan, walau tertatih. Aku adl hamba

9.
3 Jul Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny ‏@fayanamaku
Iri adalah perasaan yang tidak perlu. karena aku tahu, Allah cinta padaku, seperti Dia mengasihi setiap mahluk di planet ini

10.
3 Jul Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny ‏@fayanamaku
Teh pekat itu meluncur hangat ke dalam tenggorokanku. Sebuah hari telah berlalu. Biarkan air membasuh letih. Sudah tak ada lagi rintih

Wednesday, August 8, 2012

Jadi Kapan Kalian Mau Urus Papua?

Dengan suara kresek-kresek, Sastri menelepon dari Lembah Baliem, Papua sana, sembari saya menyendokkan bubur ayam hangat untuk mengisi perut semalam. Gelagatnya buruk nih. Batalnya Menparekraf Mari Elka Pangestu membuka Festival Lembah Baliem disambut kekecewaan bupati dan warga Jayawijaya.

Pagi tadi bupatinya menggelar keterangan pers. Jelaslah saya kenapa bupatinya sangat kecewa.

"23 Tahun menunggu, 4 kali ganti presiden, nggak ada menteri pariwisata yang ke sini. Padahal yang akan ditampilkan adalah murni budaya dan ini adalah budaya tertua di Papua," curhat Bupati Jayawijaya John Wempi Wetipo dalam jumpa pers di Hotel Baliem Pilamo, yang dilaporkan Sastri.

Eh busyet? Selama itukah? Anda wajar marah Pak Bupati. Festival Lembah Baliem sudah berumur 23 tahun, reputasinya sudah mendunia...... tapi rupanya belum men-Jakarta........

Menparekraf Mari Elka Pangestu mengikuti jejak para pendahulunya, sejak 22 tahun lalu, untuk tidak menghadiri Festival Lembah Baliem. Alasannya ada rapat kabinet dengan Presiden SBY. Padahal, pak bupati sudah menyiapkan helikopter untuk ibu menteri kita

Ah lagi-lagi urusan di penghujung Nusantara tidak pernah terlihat seksi di mata penguasa. Para penguasa sedang panik menunggu siapa yang bakal diseret KPK menjadi tersangka minggu ini, atau minggu depan. Semua sedang galau memantau tingkat popularitas yang anjlok. Sebuah festival eksotis di ujung timur Indonesia, sudah tidak penting lagi untuk mereka di Jakarta.

Padahal dalam kesempatan berbeda, politisi berlomba berkoar untuk setiap kasus penembakan, atau konflik bersenjata di Bumi Cendrawasih. Semua berteriak, "Papua bagian dari Indonesia!" Lip service kadang begitu memuakan.

Kasihan Baliem, kasihan ratusan orang-orang Suku Dani. Hari ini dengan bangga mereka memakai koteka, perempuannya memakai kombou. Mereka angkat tombak-tombak mereka dalam tarian penuh kegagahan. Mereka merayakan sebuah budaya yang paling tua dan masih lestari di Bumi Papua.

Mereka hanya butuh sedikiiiiiitttt saja PERHATIAN dari Jakarta. Tak perlu janji-janji promosi internasional untuk Lembah Baliem. Mereka hanya butuh Mari Elka hadir bersama di saat panah pertama melesat menembus tubuh anak babi menandai permulaan festival. Sedikiiiit saja mungkin senyum dari ibu menteri kita mewakili pemerintah pusat, maka orang-orang Dani akan memberikan senyum mereka yang paling lebar.

Jadi kapan kalian mau urus Papua?

Sunday, August 5, 2012

A Gentlemen Agreement

Merujuk istilah dari Shafa, gue adalah redpel yang punya sampingan sebagai tong sampah curhatan anak-anak :) Tapi serius, bukankah membosankan kalau di kantor kita cuma ngobrol soal kerjaan. Maka saya menikmati semua obrolan dengan TravelTroopers selain urusan menulis berita.

Gue tidak ingat awalnya, tapi siang itu tiba-tiba sedang ngobrol dengan Putri soal cowok yang memikat hatinya dan apa tanggapan ibu dan bapaknya. Tiba-tiba! (boleh dengan efek zoom in zoom out sinetron Punjabi) Gue pikir gue tahu cowok yang jadi preferensi bapaknya Putri.

"Bapak kamu pilih yang ini ya? (menyebut nama cowok)" tebak saya.
"Alasan Mas Faya apa?" tanya Putri.
"Tapi tebakan gue benar kan," sahut saya dan Putri cuma nyengir.

Mendadak obrolan itu jadi penting buat gue, bukan lantaran gue bisa menebak cowok pilihan bapaknya Putri, TAPI karena gue juga adalah ayah dari seorang anak perempuan dan mungkin 20 tahun dari sekarang, akan ada seorang pemuda mengetuk pintu rumah gue dan mencari Zahra. Gue belum terbayang harus bagaimana, tapi dari obrolan itu semua jadi jelas.

Bapaknya Putri melakukan hal yang sama persis dengan apa yang dilakukan almarhum bapak mertua gue, dan mendadak jelas buat gue sekarang apa maksud dari segala ucapan bapak mertuaku itu dulu. Intinya, seorang ayah akan memilih pemuda yang paling siap untuk melakukan Gentlemen Agreement dengan dia.

Gentlemen Agreement adalah perjanjian di antara dua pria terhormat, yaitu seorang ayah dan pemuda yang ingin punya hubungan serius dengan anak putrinya itu. Elo mau anak gue, elo minta baik-baik ama gue, kita bikin Gentlemen Agreement. Nah, pemuda mana yang siap melakukan itu, rupanya ada parameternya. Bapaknya putri dan bapak mertua gue parameternya sama, berarti gue juga mesti ngikutin tuh.

Serius, jujur, ulet, tekun, berani, pekerja keras, respek ama ortu ceweknya. Walaupun pemuda itu bukan siapa-siapa asalkan parameter itu ada, dia siap melakukan Gentlemen Agreement. Gue ternyata juga melalui penilaian itu.

Bapaknya Desti tahu betapa gue serius ngejar anaknya sejak SMA, sampai ke UI pun gue kejar walau itu artinya gue harus menempuh UMPTN dulu dan asli itu nggak gampang. Dan, gue berani bilang ke beliau gue serius dan ingin menikahi anaknya, dengan kondisi gue baru lulus dan belum kerja. Nekat? Bukan, gue berani, karena gue punya planning.

Beberapa waktu setelah menikah, gue pernah terlibat obrolan sore hari. Beliau bicara soal pemuda desa biasa-biasa saja yang dia setujui untuk menikah dengan keponakannya di Ciamis.

"Asalkan orangnya tekun, sukses itu tinggal soal waktu," kata beliau. Si pemuda itu kini jadi bandar ponsel dan voucher paling besar di Cibinong dengan 2 rumah dan mobil Terios anyar.

Tapi pada sore hari itu, gue juga tahu bahwa kata-kata itu ditujukan juga buat gue. Gue adalah si pemuda serius dan ulet itu juga, makanya gue dikasih menikah sama anaknya walaupun gue belum kerja hehehe. Gue membayar setiap kepercayaan almarhum dengan karir gue sekarang. 7 Tahun kerja dan sudah jadi redaktur pelaksana, itu adalah energi luar biasa yang salah satunya dipacu oleh kepercayaan dari beliau. Apa yang gue raih hari ini adalah bagian dari Gentlemen Agreement itu, gue janji untuk sanggup menafkahi anaknya.

Sikap bapaknya Putri mengkonfirmasi sikap bapaknya Desti, bahwa itulah pertimbangan paling penting dari seorang ayah terhadap pemuda yang menghendaki putrinya. Gue akan menyetujui cowoknya Zahra yang paling siap melakukan Gentlemen Agreement sama gue kelak. Kalau cuma main-main, iseng-iseng doang, gue bacok!

Pada hari dimana akhirnya gue benar-benar berhadapan dengan bapaknya Desti untuk melakukan Gentlemen Agreement, punggung gue seperti ditimpa karung beras 60 kg, badan gue berat banget sumpah. Ya Allah! Gentlemen Agreement ini beneran serius ya. Mengambil alih amanat atas nasib seorang perempuan dari bapaknya ke gue.

Untuk cewek-cewek yang sedang menunggu Mr Right, pastikan saja dia siap melakukan Gentlemen Agreement dengan ayah Anda. Good luck!

Satu hal lagi, Gentlemen Agreement ini implikasinya luas dan serius, tapi dia punya seremoni formal yang sederhana. Perjanjian di antara dua pria terhormat atas nama Tuhan tentang menentukan nasib seorang perempuan yang sama-sama mereka sayangi. Yang satu, menyerahkan kepada yang lainnya. Islam mengatur Gentlemen Agreement ini dengan indah lewat prosesi sederhana: Ijab Kabul.

Saturday, August 4, 2012

Sri Lanka: Detour dan Senyum Manis Pramugari Singapore Airlines

Subuh hari itu, Selasa 27 Maret 2012, saya sudah sampai di Bandara Soekarno Hatta. Datang terlalu pagi, saya memilih tidur di bangku panjang yang baru ditinggalkan sepasang backpacker. Carrier Deuter jadi bantal yang nyaman menunggu matahari muncul.

Jika saya akan tiba di Colombo malam hari, kenapa harus berangkat pagi-pagi? Pikir saya begitu, karena penerbangan mestinya tidak terlalu lama. Sejurus kemudian hal itu terjawab dalam dering ponsel saya. Mba Gloria dari Singapore Airlines yang akan membawa saya meminta saya datang ke Lounge dan disitulah saya bertemu awak media lain. Roland dan Imung dari Trans7 dan Astrid dari Maxx-M Magazine.

Rupanya kami punya detour di awal perjalanan. Di Singapura, kita akan mengunjungi Singapore Airlines Training Center. Sumpah, ini kesempatan langka banget.

Bermodalkan ransel, sementara carrier saya tetap di bagasi pesawat untuk dibawa ke Colombo nanti malam, saya turun di Bandara Changi dan melipir dibawa taksi ke luar bandara. Tidak jauh rupanya, Pusat pelatihan terpadu ini berada di Upper Changi Road East, tidak jauh dari kawasan Bandara International Changi.

Pria beretnis India menyambut kami di gedung besar itu. Name tagnya bertuliskan: Assistant Manager Public Affairs Singapore Airlines, S Supramaniam. Dia membawa kami ke ruang pelatihan pramugari.

Menurut dia, Singapore Airlines tidak hanya memilih pramugari karena dia cantik atau seksi semata-mata. Ada sejumlah persyaratan ketat yang harus dipenuhi. Mulai syarat pendidikan minimal SMU, tinggi badan, punya kemampuan kerja sama tim, tidak takut air dan ketinggian serta diuji dalam Tea Party.

"Dalam Tea Party, semua bos-bos hadir dalam suasana pesta. Nanti dinilai apakah calon pramugari itu luwes dan bisa bersosialisasi," begitu kata Supramaniam.

Setelah itu ada pelatihan produk untuk memahami pelayanan apa yang dimiliki Singapore Airlines. Mulai dari kelas-kelas penumpang, produk makanan dll. Yang paling penting adalah latihan keselamatan, kebakaran, penanganan penumpang khusus seperti ibu hamil atau manula.

"Pelatihan ini selama 15 minggu dan termasuk pelatihan pramugari paling lama di dunia," kata dia.

Barulah kita sampai ke bagian yang paling seru, simulasi kabin pesawat! Beberapa ruangan disetting seperti kabin sungguhan. Serius, saya penasaran dengan kabin kelas satu Singapore Airlines. Alamak! Nyaman nian. Bangkunya lega, TVnya lebar, privasi terjaga, betaaaahhh.

Pramugarinya manaaaaa?? Supramaniam meminta kami agak bersabar. Sedang ada kelas pelatihan pelayanan penumpang dan untuk sementara tidak boleh diganggu. Lantas kami diizinkan untuk melihat dari luar saja ke dalam kabin pesawat Airbus kelas ekonomi bohongan itu. Belasan pramugari diajari seniornya bagaimana menyajikan makanan dan lain-lain.

Nah ini yang asyik, di tengah latihan datanglah rombongan kelas lain yang sedang mendapatkan materi perkenalan. Saat bertemu dengan rombongan kelas dengan materi pelayanan di kabin, kedua angkatan ini menghentikan kegiatan masing-masing.

"Batch 15, please welcome Batch 12!" kata instrukturnya.
"Good afternooooon Batch 12!" kata mereka kompak sambil tersenyum manis.

Eh rupanya kita kebagian. Instrukturnya bertanya kepada Supramaniam, lantas memberi arahan.
"Batch 15, please welcome Journalists from Indonesia!" kata instruktur itu lagi.
"Good afternoooon Journalists from Indonesia!" mereka memberikan senyum termanisnya. Saya tersenyum lebih lebar lagi.

Aiiih, senyumnya membuat hati lumer. Tapi urusan senyam-senyum ini rupanya bagian paling serius dalam pelatihan. "Mereka dilatih untuk tersenyum, karena mereka harus selalu tersenyum kepada penumpang," kata Supramaniam.

Busyet ya, bagaimana Singapore Airlines membentuk mental para pramugarinya. Hal itu dimulai dari hal yang sangat sederhana: SENYUM

Supramaniam juga memperlihatkan fasilitas mumpuni di Training Center ini. Singapore Airlines memiliki kolam simulasi untuk kecelakaan di lautan. Ada juga simulasi untuk kecelakaan di darat. Saya hanya sempat melihat 2 pramugari berlari-lari kecil basah-basahan menuju ruang ganti.

"Wah kelas latihan lompat ke airnya baru selesai," kata Supramaniam.

Tak apalah, memahami sebuah kunci dari budaya perusahaan sekelas Singapore Airlines, itu lebih penting buat saya. Jika lain kali Anda terbang dengan Singapore Airlines, nikmatilah senyum manis dan pelayanan dari pramugari cantik ini. Ingat-ingat saja, mereka yang melayani Anda telah melampaui sebuah latihan yang panjang.

Malam harinya, kami sudah bersiaga di lounge Singapore Airlines di Changi. Satu artikel dan satu berita foto sudah saya kirimkan lewat Wifi untuk naik di detikTravel esok harinya. Saya sungguh bersemangat menyambut Colombo sebentar lagi.

Redefining Travel Writer

Apakah seseorang harus menjadi Traveler, atau penghobi jalan, atau termahsyur di komunitasnya untuk bisa menulis mengenai sebuah destinasi?

Kita mulai tulisan ini dari pertanyaan itu. Pertanyaan yang menggelitik di kepala saya usai sebuah obrolan sore dengan Mbak Ine. Intinya, saya bisa mendapatkan sebuah bala bantuan dari belahan Planet Bumi yang lain. Tapi... dia bukanlah orang yang disangka-sangka.

Saya tetap percaya kalau setiap manusia bisa menjadi pencerita yang baik mengenai sebuah destinasi. Setiap manusia! Bahkan seorang kakek tua atau ibu-ibu rumahan sekalipun. Namun, apakah kemudian cerita mereka mau didengar oleh para pegiat travelling? Saya berharap bukan gengsi yang bermain di sini.

Bagaimana kalau ada orang biasa, sama sekali bukan Traveler, tapi dia bisa menulis sangat komprehensif soal destinasi. Anda mau baca tulisannya? Tidakkah Anda tergelitik untuk bertanya: Anda siapa? Sudah pernah traveling kemana? Ikut komunitas apa?

Kalau dia bilang TIDAK untuk semua pertanyaan itu, Anda mau apa? Faktanya orang-orang kayak begitu banyak kok. Saya pernah jumpai beberapa. Mereka antara lain tipe The Local Guy dan The Clever Guy. Orang-orang yang memang mengenal seutuhnya sebuah destinasi dan orang-orang yang misalnya dengan kompetensi akademik dia atau hal lain, menjadi memahami pula sebuah destinasi.

Travelling dan Travel Writer buat saya sekarang artinya begini:
Travelling is beyond everything, and beyond the Traveller themselves. Random person can write about travelling when he/she has the Information.

Mereka menulis benar-benar apa yang mereka ketahui, dan yang penting tidak menjadi sok tahu atas hal lain yang tidak mereka pahami. Buat saya itu cukup.

Kalau mereka kita pandang sebelah mata hanya karena mereka bukan Traveler, what a waste.......

Wednesday, August 1, 2012

Dan Marah Itu Tumpah

Gue sungguh tidak menduga kalau ujian kesabaran berpuasa, malah datang dari angota tim sendiri di detikTravel. Tapi Selasa kemarin, amarah itu sampai ke ubun-ubun. Gue mendapati berita titipan gue tidak dikerjakan dan detikTravel kehilangan 2 jam prime time yang berharga gara-gara orang yang bertanggung jawab malah bangun kesiangan.

Wow, satu-satu gue omelin sampai jam 14.30 WIB. Ada yang membangkang perintah gue, ada yang bikin kacau kerja tim gara-gara dia terlalu takut bikin keputusan, ada yang sudah berjanji dan melanggar janjinya, ada yang mengambil sikap sendiri tanpa kordinasi kemudian salah.

Semua kekesalan gue tumpah hari itu, sebagai akumulasi kekesalan selama ini. Hari itu berakhir dengan rasa kecewa luar biasa dari gue. Mereka ngelunjak dan menyia-nyiakan semua kemudahan yang gue kasih untuk mereka. Gue ngerasa jerih payah gue, nggak dihargai ama mereka. That's it. No more Mr Nice Guy......

Mba Ine jelang malam hari itu bilang, akan datang hari-hari semacam ini. Waktu dimana gue harus mengembalikan semua ke jalurnya. Kalau nggak, gue sama aja bikin bom waktu untuk masa depan tim.

"Aku sih lihat kelakuan mereka dari tempat gue duduk, Fay. Nggak beres tuh. Suatu saat pasti kamu meledak," kata Mba Ine. Ramalan itu pun terjadi hari itu.

Malam hari lantas gue berpikir, kenapa juga gue harus mengurusi tetek bengek urusan kelakuan anak buah gue? Gue pikir kan yang penting kerjaan mereka beres, urusan bagaimana orang bersikap, tingkah laku pribadi mereka, itu urusan masing-masing, bukan urusan gue.

Tapi rupanya nggak begitu. Attitude, mental, discipline, spirit, behaviour adalah faktor yang datang dari individu, tapi semua saling terkait. Cepat atau lambat hal itu akan mempengaruhi pekerjaan dia. Sekarang mereka bisa bilang, hal itu nggak berpengaruh ama kerjaan. Tapi gue dan Mbak Ine tahu, pengalaman-pengalaman sebelumnya sih pasti kacau.

Barulah gue tersadar, itu kan jawaban dari doa gue sendiri kepada Allah. Ketika gue berdoa minta diberikan tim terbaik, gue lupa dengan sebuah konsekuensi bahwa artinya gue harus mengurusi setiap individunya. Allah rupanya ingin gue belajar menjadi pemimpin dengan peran yang banyak.

Gue jadi redpel, tapi juga harus jadi team manager, mentor, kapten, entah apa lagi. Gue yakin anak buah gue bukan robot, tapi manusia yang punya hati dan otak. Artinya gue mesti ngurusin otak dan hatinya juga.

Dalam game Medieval: Total War, para pemain diberikan ratusan bahkan ribuan pasukan untuk dipimpin oleh puluhan jenderal. Saya tertegun dengan fakta bahwa saya bisa memiliki segelintir pasukan Saracen Infantry yang sanggup melawan ratusan orang pasukan musuh.

Lantas saya membuka data pasukan yang begitu spesial itu. Jenderalnya memiliki 4 bintang, dengan kualitas kinerja pasukan yang mumpuni. Apa yang membuat pasukan ini begitu hebat?Di situ tertulis sebuah dua buah kata: High Moral. Mental juang tinggi...............