Thursday, October 11, 2012

Waktu Seperti Membeku di Lawang Sewu


Kalau tidak punya waktu banyak di suatu tempat, kadang cara paling enak untuk menikmatinya ya duduk saja. Biarkan waktu yang sedikit itu bergulir perlahan dengan kita menikmati suasananya. Begitulah waktu saya beberapa waktu lalu ke Semarang.

Jumat 5 Oktober sore itu, tidak banyak waktu saya di Simpang Lima, Semarang. Tinggal menunggu mobil yang akan membawa saya ke MesaStila Resort di Magelang. Rombongan lain ada perlu membeli charger Blackberry. Alih-alih bengong, lebih baik saya menunggu di tempat yang asyik.


Kaki pun melangkah menuju Lawang Sewu. Inilah bekas kantor pusat kereta api Belanda, Nederlandsche Indische Spoorweg Matschappij (NIS). Dibangun pada tahun 1904 selesai pada tahun 1907.

Saya tidak masuk ke dalam, tapi memutuskan untuk menikmati pemandangannya dari arah taman di tengah Simpang Lima. Bersama saya, ada beberapa pasangan yang duduk mojok pacaran. Segerombolan ABG asyik bercanda ria. Sedangkan, tiga penghobi foto membidik Lawang Sewu seperti juga saya.

Jika saya adalah Lawang Sewu, terbayang betapa suasana di hadapan saya berubah dalam 105 tahun. Jepang menjadikan ruang bawah tanahnya sebagai penjara. Darah pemuda Indonesia pernah tumpah di depan Lawang Sewu saat Pertempuran 5 Hari di Semarang, 14-19 Oktober 1945.


Pohon-pohon ada yang hilang berganti jadi gedung dan kantor. Kereta kuda yang melintas berubah menjadi motor dan mobil. Sedangkan si Lawang Sewu... sang waktu berhenti berdetak untuknya.

Lampu merah berganti hijau dan motor lantas menderu duluan disusul mobil-mobil dan bis, mengitari Taman Simpang Lima. Roda-roda yang bergulir seperti tidak peduli ada Lawang Sewu di sana, menunggu perhatian mereka.

Sahabat setianya hanya sebuah lokomotif tua bernomor C 23 01 buatan Chemnitz, Jerman, tahun 1908. Berdua, mereka menyaksikan zaman berubah dan mereka bertahan di Simpang Lima. Entah sampai kapan... Tapi dinikmati saja, seperti saya menikmati suasana di depan Lawang Sewu sore itu dengan sederhana.

Saat matahari sore sudah lebih turun, kaki saya pun melangkah pulang. Paling saya hanya 15 menit di tempat itu. Satu hari lagi akan berlalu untuk gedung berjuluk seribu pintu itu.

Baca versi beritanya di sini

No comments: