Wednesday, September 19, 2007

Hongkong: Menjajal Taksi Bengal

Lolos dari badai, kita diantar ke guest house. Apartemen yang disewa per kamar. Malamnya lapar, baru diajak jalan keluar.

Taksi menjadi salah satu pilihan transportasi jika ingin praktis berkendaraan di Hong Kong. Namun, tidak disangka, sopir di sana bisa bengal juga.

Saya berkesempatan menjajal taksi Hong Kong ini saat hendak menuju daerah Wanchai, untuk mencari restoran sea food, Sabtu (11/8/2007). Dengan didampingi dua staf Konjen RI dan tiga wartawan lain dari Indonesia, saya memakai dua taksi.

Taksi di Hong Kong dibedakan berdasarkan warna. Di pulau Hong Kong, seluruh taksi berwarna merah dengan tarif tutup pintu HK$ 15. Di daerah Teritori Baru (New Territories), taksinya berwarna hijau dengan tarif tutup pintu HK$ 12,5. Tarif taksi paling miring ada di Pulau Lantau dengan taksi birunya yang dibandrol HK$ 12.

Taksi yang kali ini kami gunakan adalah taksi merah. Para sopirnya tidak berseragam khusus, namun mereka memajang ID Card di dashboard mobil seperti taksi Indonesia. Sabuk pengaman wajib dikenakan dan ada denda HK$ 5.000 untuk mereka yang nekat merokok di dalam taksi.

Mereka senang memutar radio lokal untuk mengusir bosan. Bagian tempat duduk penumpang penuh dengan berbagai penjelasan menumpang taksi dalam bahasa Canton dan Inggris.

Nah, komunikasi yang agak bermasalah. Tidak semua sopir taksi Hong Kong pandai cas cis cus bahasa Inggris. Contohnya sopir kami, Lui Chun Sai. Pria paruh baya ini hanya memahami intruksi arah "Marsh Road!" dari staf Konjen.

Kami tiba di daerah Wanchai, namun jalan yang dimaksud belum ditemukan. Jadi kami berusaha meminta petunjuk dengan staf konjen yang sudah tiba lebih dulu untuk memesan tempat. Walhasil kami berputar-putar di blok yang sama, dan bahasa Inggris sudah sulit untuk digunakan untuk memandu si sopir.

Terlebih lagi cara dia membawa mobilnya melompat-lompat dan sering mengerem mendadak, atau berbelok tanpa mengurangi kecepatan. Dia pun berdebat dengan kami ke mana hendak berbelok di sebuah perempatan dengan bahasa Canton, dan kami menimpali dengan bahasa Inggris.

Akhirnya tiba juga kami di Marsh Road. Argo menunjukan angka HK$ 26. Komentar kami, "Kasar banget." Namun ternyata pengalaman teman kami lebih parah. Sopir taksi mereka yang mengikuti taksi kami, malah marah-marah karena berputar-putar. Bahkan saat tiba di tujuan, dia meminta uang dan lalu mengusir penumpangnya keluar. "Now you get out!" ujar teman saya menirukan marahnya si sopir.

No comments: