Saturday, January 26, 2008

Merah Putih dari Pollycarpus

Kabar dari Mahkamah Agung pada Jumat, 25 Januari 2008 sore itu seperti sebuah amunisi baru. Peninjauan Kembali (PK) atas kasus Munir dikabulkan. Bagi Pollycarpus Budihari Priyanto hal itu berarti 20 tahun dibalik jeruji besi.

Bagaikan bola yang bergulir cepat, Polly merasa hidupnya dalam akrobat hukum. Pengacaranya Mohammad Assegaf mencari-cari lagi saksi untuk mengembalikan fakta klienya tidak bersalah. Dari Jalan Borobudur, Kantor Kontras, Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) berteriak tangkap eks Deputi V BIN Muchdi PR. Pria yang dianggap sebagai mata rantai selanjutnya dalam konspirasi besar ini.

Toh pertanyaan yang disablon dalam ratusan kaus hitam dan poster para aktivis pro demokrasi itu belum terjawab tuntas: Kenapa dia dibungkam? Namun dalam berbagai gelombang aksi, ulasan media dan komentar para pakar, pertanyaannya menjadi: Siapa pembungkamnya?

Opini dalam masyarakat sudah terbentuk lugas, Munir dibungkam karena dinilai terlalu vokal, lalu semua jari seolah menunjuk pada satu institusi, Badan Intelejen Negara (BIN). BIN-lah yang dituding masih melakukan praktek primitif dalam geliat demokrasi yang tidak tertahankan. Praktek yang mengatasnamakan menjaga stabilitas dan keamanan nasional.

Namun tudingan tidak punya makna apa-apa tanpa bukti. Bola kini kembali berada di tangan Polri untuk menyusun keping puzzle selanjutnya. Akankah Polly berbicara, apa yang dia tahu, apa yang dia simpan dalam hati, apakah memang ada sang dalang, apakah ada 'tugas negara' itu.

Polly tidak banyak bicara, hanya bendera merah putih yang dia kibarkan saat petugas membawanya ke mobil tahanan. Bendera yang menjadi simbol nasionalisme, sikap bela negara dan patriot sejati. Petunjuk apakah yang hendak engkau sampaikan, Bung?

No comments: