Jumpa pers di Kedubes AS hari itu agak berbeda. Gue lihat nggak pakai podium, melainkan meja panel dengan 5 bangku, serius banget neh. Untuk Dubes, Wakil Dubes, Direktur NAMRU dan 2 ilmuwan NAMRU.
Hari itu mereka melakukan pembantahan habis soal tudingan intelejen, mandegnya MoU serta berondongan pertanyaan soal kekebalan diplomatik yang aneh. Tensi sempat naik dari Dubes Cameron Hume yang dicecar soal kekebalan diplomatik ilmuwan NAMRU.
Di luar itu, diskursus NAMRU berkembang melebihi soal flu burungnya sendiri. Menkes Siti Fadilah Supari mengkritik dominasi perusahaan farmasi kapitalis di belakang riset flu burung. Bisnis milyaran dollar yang menanti pada detik pertama vaksin H5N1 terbaru telah siap.
Orang banyak yang bilang itu menteri ngga ada kerjaan, lugu banget, polos, kaya nggak tahu kapitalis, cari ribut, kaya ngga ada tugas laen, masih banyak masalah kesehatan lain, dst.
Terlepas dari gayanya yang ceplas ceplos seperti ibu arisan hehehe, gue memahami pikirannya. Menkes kita itu dokter, babe gue juga dokter. Mereka punya pola pikir sama sebagai individu yang mendedikasikan diri untuk keselamatan manusia.
Mereka hanya berpikir sederhana, kenapa orang yang paling sakit justru kesulitan mendapatkan obat. Indonesia dan Vietnam kehilangan ratusan penduduknya akibat flu burung. Namun vaksin sudah diborong habis negara-negara besar. Negara berkembang harus membeli sangat-sangat mahal sebuah vaksin yang virusnya diambil dari dalam rumah mereka sendiri.
Seorang dokter tidak bisa menerima logika ini. Dia akan protes, walaupun dia berhadapan dengan kekuatan kapitalis yang berlindung di belakang tekanan politik negara-negara besar.
Menkes masih juga dikritik berteori konspiratif. Munarman mungkin iya konspiratif, tapi Menkes adalah orang yang pernah menaruh harapan pada WHO, dan WHO lebih memilih negara-negara maju yang memberi suntikan dana.
Maju terus Bu Menkes! Rakyat Indonesia bersama anda!
No comments:
Post a Comment