Sunday, January 13, 2013

Tucuxi dan Mimpi Anak-anak Habibie

Bangun subuh, baca detikcom rupanya ada berita detikOto, soal Danet Suryatama angkat bicara mengenai mobil Tucuxi. Wow, detikOto sampai dini hari uplod berita. Tapi memang penting banget sih masalah Tucuxi. Saya kali ini bukan mau bicara soal otomotif dan rencana industri mobil nasional, bukaaaan.

Saya tertampar dengan kalimat terakhir Danet, "Siapa menggagalkan mimpi anak-anak Habibie?" Jleeb, rasanya seperti sebuah tikaman di jantung. Habibie, manusia yang satu itu berhasil melambungkan mimpi jutaan anak negeri ini untuk meniru dirinya, mencari pengalaman ke luar negeri dan jadi orang pintar. Serius kawan, manusia-manusia Indonesia yang jenius banyak di luar sana.

Danet, saya harus menghela nafas sebelum melanjutkan kalimat ini, adalah orang kesekian ribu yang tidak dihargai pemerintah bangsanya sendiri. Saya sebut pemerintah, karena kalau urusannya people to people, mereka lebih bisa menghargai orang jenius ini daripada pemerintahnya.

Selama merantau di Jerman, saya sering bertemu dengan orang-orang seperti Danet. Manusia dengan tingkat kecerdasan luar biasa. Mereka ada pada level yang saya sendiri tidak sangka manusia Indonesia bisa sepintar itu. Gila man, orang Indonesia tuh boleh diadu dengan orang paling pintar dari belahan dunia mana pun. Sebel saya kalau melihat pejabat kita merasa inferior kalau ketemu bos perusahaan asing atau pejabat pemerintahan asing. Hari gini masih punya mental bangsa jajahan? Hah, sudahlah!

Balik lagi soal manusia Indonesia jenius. Guru bahasa Jerman saya di Hartnackschule Berlin sampai punya anggapan begini: Semua orang Indonesia datang ke Jerman untuk belajar teknologi. Nggak salah kok, mereka adalah Anak-anak Habibie, generasi muda Indonesia yang belajar aneka ilmu yang dahsyat. Bidangnya sudah aneh-aneh. Lagipula, ngapain sih belajar yang biasa kalau mereka punya otak yang luar biasa.

Ada dua ilmuwann yang saya cukup kenal. Demi menjaga privasi mereka,  kita pakai inisial saja ya. Yang pertama ini adalah Pak H. Bidangnya teknik sipil, namun sangat tinggi ilmunya. Tahu nggak kenapa kontruksi beton buatan Jerman kuat-kuat. Mereka menguji beton konstruksinya diledakan! Blarrr! Dan manusia jenius di balik uji coba beton ini adalah Pak H dan dia adalah satu-satunya orang Indonesia yang ada di badan riset beton itu.

Ada ucapan beliau yang terus terngiang-ngiang di kepala saya. "Mas Fitraya, kalau saya ke Indonesia, nanti saya mau kerja apa?" Persis! Ya Tuhan, bangsa ini belum sanggup menampung anak-anak Habibie yang kepintarannya jauh melebihi para anggota DPR yang terhormat itu.

Orang kedua adalah ilmuwan geofisika, Pak M namanya. Sempat berbakti di Indonesia dan terlibat dalam penanganan Kasus Lumpur Lapindo. Namun rupanya pihak Lapindo tidak butuh orang jujur. Ketika Pak M bicara apa adanya soal kemungkinan human error dalam kasus Lapindo, dia malah didepak. Mendepak orang sejenius ini? Karena kejujurannya? Bangsa kita sudah sakit.

Jerman pun mengambil Pak M. Dia kini menjadi salah satu ilmuwan ternama pada sebuah universitas top di Jerman. Orang Indonesia, saudara-saudara sekalian. Masih banyak orang-orang seperti mereka, bertebaran di seluruh dunia dengan kemampuan luar biasa. Mereka siap membangun Indonesia, tapi tidak ada political will yang serius dari pemerintah Indonesia untuk menghimpun mereka.

Saat saya hendak meninggalkan Jerman untuk pulang ke Indonesia, Pak H dan Pak M cerita ada wadah yang sudah dibikin namanya Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4). Wah saya ikut girang, daripada menunggu niat baik pemerintah, mending mereka yang jemput bola menghimpun diri. Bayangkan anak-anak Habibie ini di seluruh dunia merapatkan barisan, ingin berbuat sesuatu untuk bangsa.

Tapi, masalah Tucuxi ini seperti pukulan terhadap mimpi idealis mereka untuk menyembuhkan bangsa yang berpikir pendek dan instan ini. Danet, kalau saya tidak salah, adalah bagian dari jaringan I4 ini. Saya hanya bisa membayangkan sakit hatinya Danet.

Saya hanya berdoa......... Ah lagi-lagi saya harus menghela nafas panjang. Please, Danet, Pak H, Pak M dan kalian wahai anak-anak Habibie di segala penjuru planet Bumi, jangan menyerah dengan bangsa ini. Kalau bangsa ini memang kerbau. Cocoklah hidungnya dan bawa ke padang rumput yang hijau, lalu ajari kerbau ini menjadi manusia Indonesia seutuhnya.

Saya hanya mengutip, kalimat pembuka surat terbuka I4 yang dibikin dulu banget waktu deklarasi. Ingat-ingatlah kata-kata ini, ingat-ingatlah mimpi kalian:

Kepada Para Ilmuwan Indonesia Internasional di Berbagai Belahan Bumi
Bahwa sesungguhnya kemajuan dan kemuliaan suatu bangsa tidak terlepas dari penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi. Kemajuan dan kemuliaan suatu bangsa merupakan kristalisasi keringat dan kerja keras dari bangsa tersebut dalam menguasai, memanfaatkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi dalam pembangunan bangsanya.


Anak-anak Habibie, kalian adalah pemuda yang disebut Soekarno dapat mengguncang dunia!

Sri Lanka: Di Titik Nol Sebuah Negara

Nampang depan Independence Memorial Hall
Ini masih kelanjutan cerita soal liputan ke Sri Lanka pada akhir Maret sampai awal April 2012 lalu. Usai dari Sri Lanka Expo 2012 dan mengisi perut dengan aneka kari di Harbour Room, Grand Oriental Hotel yang antik, saya masih punya banyak waktu luang sore hari.

Anthony yang jadi pemandu saya menawarkan kami, 4 jurnalis dari Indonesia ini, pergi ke monumen kemerdekaan Sri Lanka. Secara saya penikmat jejak peradaban dan sejarah, saya langsung setuju. Maka jadilah Anthony membawa kami ke kawasan Cinnamon Garden.

Independence Memorial Hall adalah monumen nasional yang sangat penting untuk bangsa Sri Lanka, sekaligus objek wisata menarik untuk wisatawan. Letaknya di jantung Kota Colombo. Kalau kita traveling sendirian, tanya sopir bajaj yang bertebaran di kota ini, mereka pasti bisa mengantar Anda ke taman alun-alun ini.

Karena namanya Hall alias aula, monumen ini memang berbentuk seperti aula dengan banyak tiang dan atap kokoh, namun sengaja dibuat tanpa dinding. Pengunjung bisa masuk dari arah mana saja. pada 28 Maret 2012 sore itu, matahari bersinar terik sekali. Tadinya mau foto narsis lama-lama, eh nggak jadi.

Patung Stephen Senanayake, PM Sri Lanka pertama
Dalam catatan sejarahnya, pada 4 Februari 1948, di lokasi ini menjadi tempat diresmikannya parlemen pertama Sri Lanka oleh Pangeran Henry dari Inggris. Hal itu sekaligus menandai, dimulainya pemerintahan Sri Lanka yang berdiri sendiri, bebas dari kekuasaan Inggris.

Arsitekturnya bukan sembarangan. Aula kemerdekaan ini meniru Mogul Moduwa, ruang perayaan dari Kerajaan Kandy, kerajaan terakhir di Sri Lanka sebelum dijajah Inggris.

Di depan aula ini tegak berdiri patung Stephen Senanayake. Dialah bapak bangsa untuk Sri Lanka, sebagai Perdana Menteri pertama Sri Lanka. Dia menjadi ikon, seperti halnya Soekarno menjadi proklamator Indonesia bersama Mohammad Hatta.

Objek wisata ini menarik untuk dikunjungi karena menjadi titik awal lahirnya Sri Lanka. Tempat ini gratis lho untuk didatangi. Sebagai bonus tambahan, jangan lewatkan Independence Memorial Museum yang terletak di ruang bawah tanah aula kemerdekaan ini. Sayang kami tidak punya banyak waktu untuk melongok isi museum.

Singa, lambang negaranya Sri Lanka
Oh, jangan lupa untuk menikmati relief di langit-langit di dalam aula. Relief ini menceritakan sejarah Sri Lanka tapi dalam periode di luar dugaan saya. Ada relief sebuah gunung. Anthony bilang itu adalah Adam's Peak alias Gunung Sri Pada.

Gunung itu diyakini sebagai tempat Nabi Adam turun ke bumi. Hal itu ditandai dengan sebuah tapak kaki di puncak Sri Pada. Sayang beribu sayang, Adam's Peak tidak ada dalam itinerary saya... Haaaaah ya sudahlah. Anyway, kisah soal monumen ini sudah saya tulis juga untuk detikTravel.

Sri Lanka: Sebuah Pemandangan 175 Tahun

View dari balkon Harbour Room
 Beres liputan Sri Lanka Expo 28 Maret 2012 silam, sambil nggak dapat berita apa-apa juga, saya, kawan-kawan wartawan dan Mba Glory Singapore Airlines memutuskan hengkang dari sana. Hmmm, rupanya panitia Expo sudah menyiapkan tempat untuk kita makan siang: Grand Oriental Hotel. Rupanya bukan tempat sembarangan. Mereka ingin sekalian mempromosikan sebuah tempat yang bisa jadi objek wisata sejarah di Colombo.

Lorong kota tua di York Street
Kolonialisme Inggris di Colombo, Sri Lanka, menyisakan banyak bangunan antik yang memesona wisatawan. Grand Oriental Hotel ini adalah salah satu bangunan antik tersebut. Tempat ini menawarkan suasana makan zaman panjajahan dengan pemandangan Pelabuhan Colombo. Klasik!

Hotel jadul ini terletak di ujung jalan York Street, di kawasan kota tua Colombo. Patokannya gampang, hotel ini bersebelahan dengan Mabes Polisi Colombo dan pintu masuk Pelabuhan Colombo. Kita sempat menikmati lorong-lorong kota tua ini sebelum masuk ke dalam hotel.

Di lobi hotel, ada plakat soal keterangan pembangunan Grand Oriental Hotel. Dibangun dengan duit 80.000 Poundsterling oleh Pemerintah Inggris pada 1835, hotel ini selesai dibangun pada 1837. Artinya, hotel ini sudah berumur 175 tahun, wow!

Untuk menikmati pemandangan terbaik di Pelabuhan Colombo, silakan naik ke lantai 5 hotel ini menuju restoran Harbour Room. Nama tempatnya pas banget. Restoran ini dikonsep dengan suasana restoran di dalam kapal dan punya pemandangan menakjubkan dari Pelabuhan Colombo. Para wisatawan yang berkunjung bisa menikmati buffet atau ala carte tergantung hari kunjungannya.

Yang unik, daftar menu minumannya berbentuk menyerupai peta tua. Sementara, makanan hari ini berkonsep buffet. Begitu melihat buffet-nya, mata saya langsung hijau. Kari! Kari bertebaran di mana-mana! (pakai efek mata berlinang-linang). Saya campur semua di piring, Dhal Curry, Chicken Curry dan Mutton Curry.

Tampak depan Grand Oriental Hotel
Makanan enak sudah di meja, kini saatnya menikmati pemandangan. Meja paling dekat jendela memang menjadi rebutan. Pemandangannya bagaikan layar TV raksasa menampilkan pelabuhan dan laut lepas. Aktivitas bongkar muat kapal, kapal patroli, serta kapal pesiar di kejauhan, hiruk pikuk itu begitu terasa.

Tapi, kita ingin pemandangan yang lebih asyik. Jadi setelah makan, kita melipir ke balkon restoran. Panas hawanya tapi kita bisa menikmati angin pelabuhan, suara kapal pun terdengar lebih jelas dan lebih leluasa untuk mengambil foto.

Di kepala saya langsung terbayang, bagaimana para pejabat kolonial Inggris, dan para landlord pemilik perkebunan teh dahulu bergaul di tempat ini. Pada malam hari, pasti lampu-lampu pelabuhan juga akan tampil dengan cantik. Setelah 175 tahun berlalu, suasanya klasik ini nyaris tak berubah.

Soal suasana makan di Grand Oriental Hotel ini sudah tayang di detikTravel juga kawan-kawan...

Saturday, January 12, 2013

Menjadi Wartawan Detektif - Part 1: Investigasi

Serius, yang membuat saya jadi wartawan, salah satunya adalah gara-gara membaca komik Tintin sewaktu kecil. Bayangan saya, wartawan itu kerjanya mengungkap misteri dan rahasia begitu. Semacam mengungkap Rahasia Kapal Unicorn hehehehe.

Ternyata bayangan itu tidak salah-salah amat. Jurnalisme Investigasi, begitulah istilah umum menyebutnya. Wartawan mengungkap suatu kasus atau peristiwa dengan riset yang sangat detil dan mendalam. Fakta-fakta yang diungkap belum pernah diketahui publik sama sekali. Kalau kata Kasino Warkop, seperti jadi detektif partikelir.

Satu-satunya tempat untuk memuaskan hasrat investigasi itu adalah detikNews, sekarang plus Majalah Detik dan Harian Detik. Kayanya kalau di detikTravel belum ada yang bisa diinvestigasi hehehe, belum lho ya.

Sepanjang karir saya sebagai wartawan, ada sebuah kasus yang saya ungkap, diinvestigasi dari nol, sampai akhirnya jadi ramai se-Indonesia. Pokoknya ini kasus yang menjadi kenangan untuk saya, karena memuaskan hasrat pribadi saya melakukan investigasi sampai tuntas.

Kasus itu adalah Penipu Cantik Selly Yustiawati yang bikin ramai Indonesia pada awal-awal tahun 2010. Hayoooooo pada masih inget nggak kasusnya? Cewek, cantik, masih muda, jago tipu. Saking banyaknya korban sampai mereka bikin grup di Facebook lho.

Kasus ini bermula dari curhatan sepupu saya yang baru saja ditipu jutaan rupiah oleh seorang gadis muda bernama Selly. Nama itu seperti pernah saya dengar, gebetan teman saya yang lain. Saya tanya ke teman saya itu, dan dia bilang, "Wah nipu tuh cewek, untung belum jadian ama dia." Teman saya menyebutkan si gadis penipu mengaku sebagai wartawan Kompas yang liputan di Mabes Polri.

Saya hanya punya satu nama cewek anak Kompas yang liputan di Mabes Polri, dan namanya Sarie bukan Selly. Ketika saya hubungi Sarie, makin kagetlah saya kalau Selly habis menipu para wartawan dan karyawan Kompas. Selly pernah bekerja sebagai resepsionis Kompas, kemudian resign sebelum kasus penipuannya ketahuan.

Yak, sampai sini saya ingin menjelaskan elemen utama yang penting untuk liputan investigasi: INSTING. Ini seperti Spider Sense punya Spiderman gitu. Insting kalau yang saya hadapi adalah sesuai yang bisa bikin geger. Nggak ada sekolahnya sih, wartawan detikcom melatih insting berita melalui diskusi berkelanjutan dengan Pimred saat itu Pak Budiono Darsono dan Wapimred saat itu Arifin Asydhad. Belajar memahami insting mereka dan mencoba melatih sendiri insting berita kita.

Insting saya mengatakan ini kasus bakal bikin ramai. Kapan lagi ada penipu cantik? Saya bawa kasus ini ke Mas Asydhad, beliau berpikir sebentar dan lalu bilang, "Mainkan, Fay! Tapi kamu riset dulu dari awal yang benar."

Saya waktu itu sudah editor detikNews. Masih liputan ke lapangan, tapi separuh waktu di kantor mengedit tulisan kawan-kawan di lapangan. Kalau sudah ada perintah 'Mainkan' itu artinya editor yang ditunjuk bertanggung jawab penuh mengembangkan beritanya dari nol dan memanfaatkan semua asset wartawan di lapangan untuk mengumpulkan data dan informasi. Jadi ruang redaktur itu isinya editor-editor yang pada pegang kasus gitu. Si X fokus sama kasus A, Si Y fokus sama kasus B. Kayak detektif pegang kasus kan jadinya.

Saya memulainya dengan membuka arsip berita, detektif banget kan buka-buka arsip kerjaannya. Selly pernah dilaporkan ke Polda Metro Jaya karena menipu para mahasiswa Universitas Moestopo pada tahun 2006. Wartawan detikcom Amel di Polda dan Didi di Polres Jaksel memberi informasi kalau Selly juga menipu karyawan Hotel Grand Mahakam pada 2009 dan Kompas juga pada 2009.

Informasi awal cukup dan saya yakin dengan pengembangan berita, saya pun siap melepas berita pertama. Saya butuh judul yang sangat catchy dan pilihan saya adalah film Leonardo di Caprio 'Catch Me If You Can'. Si Selly ini mirip banget dengan karakter dalam film itu, muda dan jago tipu. Jadilah judul pertama "Catch Me If You Can, Perempuan Cantik Menipu Lagi"


Pelan-pelan, meja saya yang kosong menjadi penuh dengan corat-coret, tempelan nomor telepon para korban, dan nomor telepon lain, aneka skenario yang mungkin dilakukan Selly dan semua serba Selly ada di meja saya. Satu orang mengarahkan saya kepada orang lain. Mungkin ada sekitar 50 orang yang saya wawancara. Sementara berita tentang Selly semakin banyak yang muncul di detikcom, dari tulisan saya dan tulisan teman-teman yang membantu saya.

Beberapa obrolan dengan psikolog dan kriminolog menyebutkan kalau saya berhadapan dengan orang yang licin, pintar, agak-agak psycho. Bayangkan, Selly mencuri identitas seorang wartawati Kompas sungguhan, mempelajari gerak-gerik, cara bicara, gaya kerja. Selly mengubah dirinya menjadi sang wartawati tersebut, plus membawa-bawa ransel Kompas kemana-mana. Psycho banget nih orang. Saya harus bisa berpikir satu-dua langkah di depan Selly, menebak kemana dia akan pergi.

Isu yang kita mainkan, sukses atau nggak, parameternya satu. Kalau semua media di Indonesia ikutan menulis Selly, itu artinya kita SUKSES. Dari TV, koran, radio akhirnya semua ikut memberitakan Selly. Bahkan Tabloid Nova saja bikin edisi Selly. Wah ketika semua menulis Selly, saya girangnya bukan main. Artinya ruang gerak penipu ini makin terbatas, selain juga merasakan orgasme jurnalistis (istilah apaan nih?!). Maksud saya rasanya puas banget bisa bikin isu yang bisa bikin ramai negara ini yang udah lelah dengan berita politik dan korupsi.

Dari investigasi saya, begini pergerakan Selly: Usai menipu Kompas dia lari ke Depok, menipu di Depok lantas dia lari ke Bogor. Usai menipu di Bogor, dia lari ke Bandung. Nah, ada garis batas yang jelas antara investigasi polisi dan investigasi wartawan. Investigasi wartawan sampai kapanpun tidak bisa menjadi alat penyidikan. Masalahnya dalam banyak hal, wartawan selangkah atau dua langkah lebih maju dari polisi. Kita sudah tahu Selly di Bandung, polisi masih berpikir Selly di Bogor. Hadeeeeuhh.

Satu-satunya cara adalah membujuk agar korban melapor, ini yang paling susah. Kriminolog dan psikolog yang saya wawancarai benar juga. Korban penipuan paling malas melapor ke polisi, ini yang bikin Selly makin merajalela. Saya selalu membujuk para korban agar melapor ke polisi. Tapi walaupun korban malu ke polisi, mereka punya mekanisme sendiri: Bikin grup Facebook.

Selly yang mencari korban lewat Facebook, dilawan para korbannya lewat Facebook juga. Ratusan orang jadi anggota grupnya. Ada korban dan publik yang mau tahu soal perkembangan kasus Selly. Jadinya saya lebih mudah menyebar jejaring informasi lewat jejaring sosial. Setiap hari saya memasang umpan, barangsiapa yang punya info soal Selly akan saya hubungi. Setiap pagi, setiap umpan yang berbalas saya segera hubungi untuk setiap informasi terbaru soal Selly.

Akhirnya, korban yang di Bogor dan di Bandung berani melapor ke polisi. Nah kalau sudah begini kerjaan saya akan lebih mudah untuk mem-push kepolisian menindaklanjuti kasus ini. Akhirnya pada Maret 2010, Selly masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron. Artinya semua polisi di Indonesia bisa menangkap Selly. Selly lantas menghilang ditelan bumi, tapi saya tahu Selly kabur ke Yogyakarta. Tiarap dan tidak ada lagi kasus penipuan yang muncul. Laporan sumber kepada saya juga menyebutkan Selly muncul di Bali.

EPILOGUE

Setahun setelah Selly menjadi buron, wartawan detikNews di Bali, Gede Suardana memberi tahu Selly tertangkap di Bali. Waktu itu, kasus Selly sudah saya anggap tutup buku sementara waktu. Selly babak dua ini sudah tidak menjadi tanggung jawab saya lagi, tapi sudah dikerjakan ramai-ramai. "Ketangkep juga tuh Fay, Si Selly," ujar seorang kawan.

Akhirnya Selly diadili dan divonis 11 bulan penjara. Tidak lama, tapi semoga itu membuatnya jera dan tidak ada Selly lain di masa depan.

Kalau di film detektif, ini adalah adegan dimana saya kembali ke kantor, menggantung jas dan melempar topi saya. Kemudian duduk dan menaruh kedua kaki saya ke atas meja kerja. Kamera lalu men-zoom in wajah saya, yang lalu berkata, "Case closed!"

Monday, December 24, 2012

Menikah Muda dan Bangga!

Di tengah tulip Britzergarten Berlin
"Mas Faya anaknya mau tiga, dan kita belum menikah!" pekik anak buah saya, Putri, waktu saya memberi tahu Travel Troopers (sebutan untuk awak detikTravel), kalau Desti lagi hamil.

Yup, saya dan Desti menikah dalam usia 23 tahun. Pada saat saya berumur 24 tahun, saya sudah menggendong bayi bernama Zahra. Masih muda bukan? Sampai ibu saya bilang, pernah ada yang menduga kami menikah karena Desti hamil duluan. Apaaa? Sembarangan! Saya adalah pria gentle yang menjaga kehormatan perempuan...

Tergesa-gesa juga bukan. Menikah dengan Desti adalah keputusan terbaik dalam hidup saya. Menikah muda adalah langkah yang kami ambil dengan PENUH perhitungan. Lihat, kata 'penuh' ditulis dengan bold, italic, underline dan uppercase. Ini bukan main-main.

Pada saat saya seusia anak buah saya sekarang, saya sudah berpikir jauh lebih dewasa dari mereka. Dunia mereka masih bermain, belajar kerja, cinta masih dicari, kalaupun dapat masih flirting kanan kiri. Mungkin enak hidup seperti itu. Namun sayang, itu bukan pilihan untuk saya saat itu.

Saya menjalani hidup yang keras. 5 Tahun paling kelam yang akhirnya mengubah Fitraya Ramadhanny selamanya. Shafa, anak buah saya, nggak percaya saya pernah hidup dalam kegelapan hahahaha. Dia mengira saya lugu, polos dan lurus hehehehe.

Mungkin butuh 5 blog untuk menjelaskan masa-masa itu, tidak sederhana memang. Ibu saya berulang kali bilang, "Mama bersyukur kamu bisa melewati masa itu, bahkan kamu itu nggak lari ke narkoba!" Saya pribadi bersyukur masih hidup, tidak berakhir menjadi sebuah artikel di koran lampu merah bagian berita bunuh diri.

Saya dipaksa hancur di saat saya baru mau meretas masa depan. Saya melawan dengan menjadi nakal. Lelah menjadi nakal, saya lari. Lelah melarikan diri, saya belajar bangkit dan menolak hancur. Saya harus melindungi orang-orang yang saya sayang. Walaupun saya babak belur, namun saya merasa hidup saya masih layak diperjuangkan. Karena saya menjalani itu tidak sendirian, ada seorang gadis cantik dan brilian otaknya, yang mengetahui kejadian itu sejak awal, dan menemani saya melewati masa sulit itu. Namanya Desti Fitriani.

Kebun anggur Sans Soucci Palace, Postdam
Desti, juga menjalani hidup yang sama keras. Dalam usia sebelia itu, kami dipaksa menghadapi dan mengatasi masalah untuk orang-orang 10-20 tahun lebih tua dari kami, justru karena mereka yang kekanak-kanakan. Situasi memaksa kami berpikir dan bertindak dewasa, jauh lebih dewasa dari teman-teman sebaya. Pilihan kami cuma dua, bertahan atau hancur.

"Kita mesti mikir hidup ini nanti bagaimana, bukan bagaimana nanti," ujar Desti, yang selalu saya ingat sampai sekarang. We were living in hell...

Penasaran ya ada apa yang terjadi? Desti bilang, nggak usah ditulis jadi blog hahahaha. Cukup jadi lesson learned for us. Sori......... Anyway, cinta kami yang awalnya tipikal gejolak kawula muda (halah ampun ini istilahnya), tiba-tiba menemukan makna sejatinya. Jadi beneran, jadi serius. Kami saling mencintai untuk bertahan hidup. Saling menguatkan satu sama lain, saling membantu satu sama lain, saling menjaga satu sama lain. Saling menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing, ini yang paling sukar. Mentertawakan dan meratapi nasib kami bareng-bareng.

Kami seperti tinggal berdua melawan dunia.Teman-teman SMA, cuma 2 orang yang tahu masalahnya. Teman-teman kampus nggak ada yang tahu juga kami menghadapi apa, dan masa iya kami mesti pasang pengumuman. Kami tersenyum di depan mereka dengan hati yang getir, kami tertawa dengan hati yang menangis.

Kenapa saya begitu yakin akan menghabiskan hidup dengan Desti? Saya saat itu menyadari kalau pasangan hidup bukan seseorang yang sempurna. Manusia nggak ada yang seperti itu. Pasangan hidup adalah seseorang yang saya butuhkan. Seseorang yang bisa melengkapi keberadaan kita, walaupun dia berbeda sifat. Apa yang nggak ada di saya, ada di Desti. Begitu juga sebaliknya. Desti lah yang menyempurnakan keberadaan saya di dunia.

Saya dan Desti sampai kepada suatu titik kesimpulan. Menikah adalah tiket kami untuk menyelamatkan diri dari dunia kami yang sakit. Saat itu usia kami bahkan baru 20 tahun. Sadar bahwa kami mungkin menghadapi tantangan dari orangtua masing-masing, kami mempersiapkan dulu pernikahan itu, sebelum kami benar-benar menyampaikan rencana itu kepada orangtua kami 2 tahun kemudian.

Saya menyampaikan niat saya menikah dengan Desti, bicara empat mata dengan ayahnya, saat umur saya 22 tahun.... masih kuliah. Tapi saya berani karena membawa rencana matang, bukan omong kosong. Calon mertua saya tahu cobaan hidup apa yang saya hadapi.... dan mengizinkan saya menikahi Desti. Dengan syarat, saya lulus kuliah dulu, karena Desti lulus setahun lebih cepat. Desti angkatan 1999, saya angkatan 2000.

6 Bulan setelah lulus kuliah, tepatnya 20 November 2004, kami menikah. Sebuah pernikahan yang kami persiapkan sendiri dibantu teman-teman, karena kami sadar tidak bisa membebani orangtua kami terlalu banyak saat itu.

Stockholm Palace
Delapan tahun berlalu sejak saat itu. Kami mensyukuri pernikahan kami. Benar-benar memulai dari nol, kini kehidupan kami penuh warna. Sempat berkelana 1 tahun di Jerman dan backpacker keliling Eropa, itu juga pengalaman berharga buat keluarga kecil kami. Ada Zahra si juara kelas, ada Dzaky si ganteng yang penuh tenaga, dan bayi di perut Desti.Saya sekarang Redaktur Pelaksana detikTravel dan Desti adalah dosen FEUI dengan gelar Master dari Jerman.

Tentu saja kami masih punya mimpi dan cita-cita. Mimpi dan cita-cita yang saya tahu tidak bisa saya kerjakan sendiri. Sedari awal, saya dan Desti adalah tim yang solid dan akan terus seperti itu. Kami harus punya visi jauh ke depan, itu yang membuat kami bertahan, walaupun dipaksa dewasa sebelum waktunya hehehe.

Kami kini sudah bisa tersenyum melihat masa lalu kami yang berat. Saya sendiri sudah berdamai dengan masa lalu, saya sudah memaafkan semua yang terjadi, memaafkan semua yang membuat kami jadi begini. Kami kini sudah memahami apa rencana Allah di balik semua ini. Memang ini yang jalan yang ditetapkan Allah untuk kami.

Allah mengganti semua air mata itu dengan sejuta kebahagiaan. Titik balik itu adalah pernikahan dini kami, seperti janji-Nya bahwa menikah itu membuka pintu rezeki. Menikah dalam usia muda, adalah hal terbaik yang pernah kami lakukan.

Sunday, December 16, 2012

The Best Job in The World

Pas lagi di Pantai Cinabung, Ujung Kulon, difotoin Fayyas
Lewat jejaring Facebook, saya menemukan teman lama. Lamaaaa banget. Namanya Charlie Huveneers, anak Belgia yang dulu sama-sama jadi Exchange Student 1998-1999 di Queensland, Australia. Dimana dia sekarang?

Usai program duta budaya selesai, kami pulang ke negara masing-masing. Namun, Charlie kembali ke Negeri Down Under. Dari bio-nya dia bekerja di Sydney Institute of Marine Science, jadi marine biologist. Ini adalah pekerjaan yang saya tahu sudah menjadi mimpi dia sejak kami remaja dulu.

"I wanna be Jacques Cousteau!" ujar dia berulang-ulang dahulu. Here it is, jadilah dia Jacques Cousteau, ahli biologi laut yang film dokumenter divingnya sering dipasang TVRI dalam acara Flora dan Fauna, zaman kita kecil dulu. Kita? Elo kali Fay yang masih kecil baru ada TVRI doang.

Charlie bilang apa kepada saya dalam sebuah chatting beberapa bulan lalu? "Maaan, I have the best job in the world! I'm paid to swim and play with fish, can't complain, hahaha."

Pernyataan Charlie menyentak saya. Pekerjaan terbaik di dunia bukanlah soal pekerjaan dengan gaji jutaan dollar. Pekerjaan terbaik di dunia adalah melakukan hal yang kita cintai. Penyanyi Nugie bilang 'Lentera Jiwa'.

Bagaimana kalau pekerjaan ini bukan sesuatu yang kita cintai? Kita masih bisa membuatnya the best job in the world. Caranya, belajar mencintai dan mensyukuri pekerjaan Anda. Karena, dengan itu Anda tidak menggelandang di jalanan. Karena, pekerjaan Anda sekarang bisa menjadi alat bantu untuk Anda melakukan hal yang Anda cintai, entah hobi, travelling, makan, belanja dll. Cinta itu proses kok, memang butuh waktu.

Saya terdiam satu jurus dan berpikir, iya juga ya. Lalu saya akhirnya menjawab ucapannya. "Me too, mate. I also have the best job in the world. I'm paid to travel!"

Menjadi wartawan detikTravel, artinya kami dibayar untuk jalan-jalan. Keren nggak sih? Jalan-jalan, tentu adalah hal yang kami cintai. Team member saya, Afif dan Sastri puas menjelajah Papua, dibayari. Shafa ke Pulau Komodo, Putri ke Kalimantan, dibayari juga. Badan pariwisata negara lain meminta detikTravel menulis pariwisata di negara mereka, artinya membayari kami datang.

Charlie membantu saya untuk bisa mensyukuri kehidupan saya sekarang. Sekeras apapun masalah yang saya, Desti, Zahra dan Dzaky alami dalam hidup ini, setidaknya saya mengerjakan sesuatu yang saya cintai sebagai penghidupan.

Untuk team member saya, Afif, Putri, Shafa, Sastri. Kerja yang rajin ya... Bersyukurlah Travel Troopers, kita punya pekerjaan terbaik di dunia!!

Sri Lanka: Victoria's Secret, Dilmah Tea dan Sebuah Kekecewaan

Stand pameran Sri Lanka Tourism
Akhirnya pagi datang di Colombo. Dari jendela kamar saya bisa melihat pemandangan kota dan sebuah danau berkilau di belakang Hotel Grand Colombo.

Tapi saya harus bergegas gara-gara liputan pembukaan Sri Lanka Expo 2012, yang manaaaaaa Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapaksa akan membuka acara. Ngomong-ngomong, Rajapaksa adalah nama yang keren untuk seorang presiden. Powerful banget kan, Raja-Paksa.

Anyway, berkumpul lah kami di lobi setelah sarapan. Para wartawan, saya, Roland, Imung, Astrid dan Mbak Glory dari Singapore Airlines membuat kesepakatan. Kita kan diundang oleh Sri Lanka Tourism, ngapain juga kita liput pidatonya presiden. Serahkan itu kepada wartawan Sri Lanka hehehe. Itu artinya satu jam tambahan untuk mengumpulkan tenaga.

Jemputan anak sekolah
Lantas bergeraklah kami menuju lokasi Expo di Bandaranaike Memorial International Convention Hall (BMICH). Inilah JCC-nya punya Colombo. Sepanjang jalan, barulah saya bisa menikmati pemandangan. Anak-anak naik mobil jemputan sekolah, bajaj lalu lalang, orang-orang berkerumun di pinggir jalan, gedung-gedung beraneka rupa.

BMICH sendiri tidak sebagus JCC, sebagian jalannya masih tanah, dengan stand-stand pameran berserakan. Paspampres bersiaga, rupanya Presiden Rajapaksa baru pulang. Wartawan masuk dari pintu yang tidak mengenakan, dari belakang dan entah tembus ke sebelah mananya pameran. Rabu 28 Maret 2012 itu, matahari bersinar terik di langit Colombo.

Batu mulia dan perhiasan
Jangan mengeluh kawan, inilah pameran besar di Colombo pertama kalinya usai selesai perang saudara dengan gerilyawan Macan Tamil. Terakhir mereka bikin pameran seperti ini 15 tahun lalu. Usahanya kelihatan kok betapa mereka ingin pemodal kembali masuk ke Sri Lanka.

Ini pameran besar-besaran diikuti 370 eksporter termasuk 70 perusahaan kecil dan menengah, serta 1.200 delegasi perdagangan. Sri Lanka mempromosikan komoditi ekspor mereka yaitu pakaian jadi, karet dan produk karet, batu mulia dan perhiasan, teknologi informasi, makanan dan minuman serta rempah-rempah.

Produsen lingerie Victoria's Secret saja pameran di sini. Hmmm, mungkin mereka mau bikin lingerie-sari atau apa begitu kali. Tapi tidak ada yang mengalahkan perhatian saya selain stand pameran Dilmah Tea! Hell yeaaaah!

Victoria's Secret ada yang mau?
Stand pamerannya besar banget dengan teh Dilmah asli Sri Lanka beraneka rasa menggugah selera. Bikin mupeeeeeng. Tapi yang jelas ada aneka produsen teh dan semua produk promo gratisannya saya sikat, hohohoho. Kantung tas ransel saya isinya teh sachet aneka pabrik.

Puas merampas teh, saatnya liputan. Wartawan detikcom (awas lagi sombong) sanggup meliput apa saja. Wartawan news, kalau situasi membutuhkan, bisa juga meliput ekonomi, olahraga, gosip, otomotif dll. Walaupun saya di detikTravel, aroma acaranya saja membuat saya harus menyetor berita ekonomi ke detikFinance. Ini hasilnya.

Nah, untuk kebutuhan kanal sendiri, saya mencari Sri Lanka Tourism. Wah, rupanya satu tenda sendiri dia. Saya girang bukan kepalang. Saya masuk ke dalam tenda dan ada beraneka meja dan brosur. Terbayang dong saya mau bertanya soal bagaimana liburan ke Sri Lanka, apa yang menarik, naik apa, kalau mau backpackeran bagaimana dll.

Dilmaaaaaaaaaaah 
Tapi yang saya hadapi adalah wajah-wajah tertegun.... padahal saya sudah menunjukan identitas saya sebagai wartawan. Saya dioper ke sana, ke sini, untuk sebuah wawancara yang semestinya sederhana. Ujung-ujungnya mereka bilang, "Maaf pejabat yang berhak menjawab Anda sedang tidak berada di tempat. Kami tidak berwenang untuk menjawabnya."

Tiba-tiba saya merasa sedang berada di kelurahan mana begitu dengan birokrat yang menyebalkan. I'm sorry, you invite me all the way long from Jakarta, then you reject an interview? Saya kan undangan kalian, haloooo? Kalian meminta saya menulis apa kalau begini?

Saya keluar dari tenda itu dengan hati gondok, nggak dapat berita. Saya menghela nafas panjang, Sri Lanka masih belajar....

Sri Lanka: Nama Bandaranya, Bandaranaike!

Bandara Bandaranaike (bingung ya tulisannya?)
Saya sebenarnya tidak suka jika sampai ke negeri orang pada malam hari. Saya butuh melihat suasana sejak detik pertama sampai ke suatu tempat, dan itu lebih enak dilakukan pada siang hari. Jadinya terbayang dan tahu tempat begitu.

Tapi apa daya, pesawat Singapore Airlines yang membawa saya ke Colombo, Sri Lanka akhirnya mendarat lewat tengah malam, tepatnya Rabu 28 Maret 2012 dini hari. Dari jendela pesawat saya baca tulisan 'Bandaranaike', itukah nama bandara dalam bahasa Sri Lanka? Pikir saya begitu.

Turun dari pesawat, panitia Sri Lanka Expo menunggu kami, para wartawan dari Indonesia, saya, Roland, Imung, Astrid. Namun ada masalah, pemandu yang akan mengantar kami selama di Sri Lanka belum datang, Anthony namanya. Bukan bule, tapi orang lokal bernama barat.

Ya sudah saya mengamati saja bandara ini. Ukurannya mungkin hanya sebesar Terminal Tiga Bandara Soekarno Hatta, tapi lebih bagus Cengkareng. Terlihat ada renovasi yang dikebut harus selesai demi menyambut Sri Lanka Expo. Banner-banner menggantung di langit-langit bandara, semua soal Sri Lanka Expo. Kayaknya tipikal negara dunia ketiga ya, pembangunan itu kejar setoran menjelang ada hajatan besar.

Dekorasi di ruang makan utama Grand Colombo
"I'm sorry Sir, Madam!" sebuah suara memanggil kami. Ini dia Anthony! Pria paruh baya berkulit gelap namun dengan senyum ramah. Sejurus kemudian backpack Deuter saya melompat masuk ke belakang mobil dan kami meluncur ke luar bandara.

Tapi ya itu tadi, malam hari membuat saya tidak bisa membayangkan bagaimana itu Colombo. Ada hutan, ada sungai, rumah-rumah yang sepi karena sudah dini hari, deretan gedung-gedung yang juga sepi. Tidak sampai satu jam kemudian kami pun sampai.

Cinnamon Grand Colombo, hotel besar banget. Bayangkanlah Grand Indonesia kali ya. Yang bikin mulut menganga ini adalah lampu bermodel lentera atau lampion super besar di atas ruang makan utamanya yang punya langit-langit tinggi.

Ah, tubuh ini sudah terlalu lelah untuk mengagumi. Check in beres dan saya hanya memfoto kamar sebelum tubuh ini menghempaskan diri di atasnya. Sudah pukul 03.00 waktu setempat dan pukul 07.00 nanti saya harus sudah siap liputan. 'Pidato Presiden Sri Lanka', ah ya ampun tulisan di TOR liputan ini bikin badan bertambah lemas.

Kamar hotel saya nih
Begitulah nasib wartawan, harus siap tempur 24 jam. Padahal niat saya besok sederhana saja, saya ingin melihat wajah Colombo ketika surya datang menyapa.

Dan dalam beberapa jam, saya tahu kalau Bandaranaike itu nama bapak bangsanya Sri Lanka, seperti Soekarno-nya. Yang jelas bukan terjemahan bandara dalam bahasa Sri Lanka. Hehehehe, maaf.

Saturday, December 15, 2012

Puisi Twitter (#Puitwit) 11-20

Mengumpulkan bait digital yang tercerai-berai...

------------------------------

11.
4 Juli Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
Ketika angin berdansa dengan daun padi. Kepeluk erat dirimu di sini. Tempat ini tak berubah. Cinta ini tak berubah. Jangan pernah...

12.
4 Juli Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
Purnama menemaniku pulang sepanjang jalan, jelang tengah malam. Terima kasih, aku memang sendirian....

13.
4 Juli Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
Ada lelah, ada gundah, ada yang terasa sakit di dalam dada. Ya Allah, jadikan aku orang yang bersabar dan bersyukur

14.
4 Juli Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
Tuhan, Engkau adalah lautan. Biarkan Aku hanyut menuju diriMu

15.
6 Jul Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
JEDA - Awan kelabu dan tanpa angin. Seolah hari tak mau beranjak main. Pohon patah terbaring kaku. Sang waktu ikut berhenti bersamaku

16.
6 Jul Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
PATH - Men walk, men run. Sometime, we just run into each other. Walk along, run along. But we walk our own way. Different, and always

17.
6 Jul Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
CEMBURU - Kugenggam erat tanganmu. Kita susuri malam biru. Hati kita satu. Dan biarkan rembulan cemburu

18.
6 Jul Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
JURANG - Tak pernah mudah meraihmu. Dan kamu tak pernah percaya itu. Di antara cinta kita ada jurang. Tapi Aku adalah seorang pejuang.

19.
6 Jul Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
DESTI - Kupandang indah coklat bola matamu. Kunikmati setiap binar itu. Tak perlu ada kata dari bibirmu. Aku tahu kau cinta padaku

20.
6 Jul Fitraya Ramadhanny Fitraya Ramadhanny @fayanamaku
For you, love has something more. For me, love has something new. For us, love is a celebration #Puitwit

Analisa Politik Soal Penembakan Sandy Hook

Photo by Reuters
Bangun pagi baca detikcom, tahu-tahu sudah ramai penembakan di SD Sandy Hook, Newton, Connecticut, USA. Korban jiwa 27 orang, termasuk 20 anak-anak SD. Obama menangis.... Cukup? Saya tersenyum getir. Untuk yang satu ini entah kenapa Amerika tidak pernah belajar.

Pada 1998-1999 silam, saya hanyalah seorang anak SMA yang ikut Exchange Student ke Australia. Tapi teman-teman saya yang dikirim ke USA punya masalah tambahan. Terjadi penembakan brutal di SMA, yang saya ingat pelakunya geng sekolah bernama Trenchcoat Mafia. Teman-teman saya itu menjalani hari-hari menegangkan dengan razia senjata api.... setiap hari.

(Maaf tadi Googling dulu) Columbine High School Masacre, 20 April 1999, itu dia nama peristiwanya. Peristiwa itu nempel terus di kepala saya, karena beberapa hal. Satu, saya masih SMA dan membayangkan hal itu terjadi di sekolah saya. Dua, teman-teman saya di AS terkena dampaknya, proses curhatnya itu jadi concern semua panitia Rotary Youth Exchange Program saat itu. Tiga, ini yang penting, Australia juga biasa dengan senjata api.

Confession time! Saya belajar menembak di Australia.Saya diajak berburu ke pedalaman outback Rockhampton. Berangkat subuh ke tengah padang rumput. Saya diberi senapan kaliber kecil, lupa kaliber berapa. Tapi itu senapan sungguhan. Kami berburu Kanguru!!

Saya tidak sanggup menembak hewan lucu yang bisa lompat-lompat itu. Saya memilih menembak sekawanan bebek yang lagi minum di billabong. Dor! Random shoot, pasti kena, soalnya bebeknya ratusan lagi kumpul. Takut? Iya. Sedih? Iya. Merasa bersalah? Iya. Tapi saya belajar hal penting saat itu, SENJATA API BERBAHAYA.

Saya tidak pernah menyalahkan host parent saya yang mengajari saya menembak. Saya memahami kulturnya sepenuhnya. Sebuah kultur sosio-politik yang juga sama di USA. Kepemilikan senjata api adalah bagian dari sebuah ideologi politik di USA dan Australia.

Senjata api mewakili sebuah identitas politik konservatif, tradisional, true blood American, rural, redneck, pendukung Partai Republik. Mereka yang tinggal di kota kecil, hidup di peternakan, masyarakat rural, jarang bersentuhan dengan orang asing, memandang sebelah mata kepada kelompok imigran, mereka lah yang merasa memiliki negara ini, dan mereka mempertahankannya dengan....... senjata api.

Perhatikan deh, kebanyakan kasus penembakan sekolah di USA terjadi di kota kecil. Ya itulah masyarakat dengan identitas politik itu tadi. Please tell me kalau ada data penembakan sekolah di New York, LA atau kota besar yang multikultural.

Buntut dari penembakan di Sandy Hook ini pasti desakan soal Gun Control. Sebuah kebijakan yang saya analisa pasti akan diendorsed Presiden Obama dan Partai Demokrat. Tapi, kaum Republican akan menentang habis. Republican selalu menang soal Gun Control, buktinya peristiwa yang sama terus berulang sejak dulu saya tahu tahun 1999 sampai 2012. 13 Tahun!

Entah kenapa Gun Control seperti mentah terus gara-gara 'Invisible Hand' di USA. Terserah mau dibilang lobi Yahudi, Freemason, Kabalis, kepentingan modal kapitalis, dll. Mereka selalu bisa menekan Gun Control itu yang penting ada toko senjata khusus, pembeli dengan aneka persyaratan tertentu, tapi begitu senjata sudah ada di tangan warga sipil, urusan masing-masing deh tuh.

Gun Control setelah kasus penembakan Sandy Hook? Buat saya omong kosong, Republic belum pernah kalah untuk hal ini. Buat mereka Gun Control sudah sempurna. Sandy Hook cuma kasus minor.

Yang orang belum menyadari adalah: Gun Control bisa merusak industri persenjataan USA yang didukung Republik. Ini bisnis jutaan dollar. Yang kelas partai besar (bayangkan Carefour) dibeli militer, yang eceran (bayangkan Indomart) dibeli warga sipil. Perang melawan terorisme, Irak, Afghanistan, Libya, itu sudah memutar uang jutaan dollar.

Bagi mereka, peluru harus selalu bisa dijual, Gun Control haram hukumnya, Sandy Hook besok juga orang lupa, ribuan prajurit USA yang mati, mereka bilang Expendables, bagian dari proses produksi. Yang mati masukan peti, bungkus bendera Star Spangled Banner, cetak prajurit baru.

Saya kasihan sama anak-anak muda galau USA di kota-kota kecil yang punya akses kepada senjata api. Mereka korban dari industri senjata api gila-gilaan. Propagandanya parah memang..... lewat Hollywood.

I tell you secret, ada pesan tersembunyi dari film Iron Man dan Expendables. Itu propaganda betapa industri senjata api itu penting untuk USA. Tony Stark perlu membuat senjata karena itu keren. Stallone dan kawan-kawan butuh senjata itu untuk melawan orang jahat di berbagai belahan dunia. Paham? Masih berharap dengan Gun Control?

Maaf saya pesimistis, tapi kasus Sandy Hook itu dead end. Cuma prihatin dan janji manis untuk mengendalikan senjata. Tapi setelah itu, entah di kota kecil mana lagi di USA, ada anak muda yang labil tapi punya akses kepada senjata api entah punya siapa. Ujung jari telunjuknya ada di pelatuk. Saya berduka cita untuk para korban.