Tuesday, February 13, 2007

Inspiration 1

Ada beberapa orang yang inspiring hidup gue, dan itu bisa siapa aja. Tapi kisah hidup dia keren banget.

Mang Kohar itu tukang becak. Waktu gue sekolah di SD Cendrawasih I Cirebon dekade 80-an, dia tukang becak langganan anak-anak. Sistemnya sebenarnya jemputan. Tuyul-tuyul kecil anak SD ini berjejalan di becak dia, terus dia anter pulang satu-satu. Orang tua kita akan bayar dia bulanan. Namanya juga becak buat keroyokan, dari tempat duduk, sandaran tangan ampe lantai becak diisi bocah-bocah.

Tapi dia nggak pernah mengeluh. Mang Kohar tipikal orang kecil yang nggak ngerti represifnya rezim Soeharto atau cengkraman multi national coorporation pasca oil boom. Rumah dia pun sangat sederhana. Buat dia yang penting dia memberi senyum buat anak-anak nakal yang naik di becaknya.

Gue pernah bikin dosa ama dia. Karena becaknya penuh (8 anak SD bisa muat di becaknya, sumpah), gue minta duduk dibonceng. Yoi, gue duduk di belakang tukang becaknya. Baru jalan 50 meter gue meringis, kaki gue masuk jeruji becak. Wadaw, darahnya kemana-mana, Mang Kohar panik bukan kepalang. Gue pun sukses dilarikan ke rumah sakit dan meninggalkan luka jahit di belakang mata kaki kiri gue.

Gue lulus SD and times goes by, tahu-tahu gue denger Mang Kohar naik haji. Gue dalam hati cuma bilang, subhanallah, tukang becak bisa naik haji. Wajarlah, dia pekerja keras, gue pikir dia rajin nabung jadi bisa naik haji.

Belasan tahun gue ngga ketemu dia, sampai Ramadhan 2004. Gue mau nikah ama Desti, dan gue pengen banget undang dia. Gue dateng ke rumahnya.

Dalam ruang tamu yang sangat sederhana ada karpet bergambar Ka'bah, oleh-oleh haji yang dulu, begitu gue pikir. Mang Kohar pun masuk ke ruang tamu. Senyumnya masih sama, namun tubuh kurus itu makin renta.

Dari cuma ngasih undangan, obrolan pun akhirnya jadi bermenit-menit. Gue minta dia cerita soal naik hajinya. Dan ternyata dia naik haji bukan karena menabung.

"Alhamdulillah, ada yang bayarin Mang Kohar naik haji, Fay," ujarnya menangis. "Alhamdulillah," lanjutnya kembali tersenyum.

Gue ikut bersyukur Allah memberinya nikmat yang luar biasa. "Mang Kohar mana kebayang naik haji, Mang kan cuma tukang becak," kata dia.

Beberapa belas menit lagi obrolan berlalu, dan gue pamit pulang. Ini orang mungkin masih takjub dengan rencana Allah untuknya. Tapi gue pikir semua bukan keberuntungan atau kebetulan.

Kok bisa Allah mengundang dia ke Tanah Suci?
Jawabannya sederhana, dia nggak pernah berhenti bersyukur, sesulit apapun hidup dia.

Yang tidak pernah berubah dari dia adalah nyebut alhamdulillah setiap beberapa kalimat yang dia ucapkan dan senyum yang dia bagi untuk orang-orang.

"Alhamdulilah kamu mau nikah, alhamdulillah bapa ibumu sehat, alhamdulillah tetehmu kerja di Bandung, alhamdulillah Mang Kohar juga sehat, alhamdulillah kamu udah sarjana, alhamdulillah temen kamu dulu si Yayan yang bapaknya bandar kerupuk itu sekarang sudah di....alhamdulillah." Dan jutaan alhamdulillah lain yang dia ucapkan sepanjang sore itu dan sejak hari-hari lampau waktu gue jadi pelanggan becaknya.

Dan sungguh Allah akan menambah nikmat bagi mereka yang mau bersyukur... Allah mengundangnya karena dia kaya hati dalam kebersahajaan materi.

Gue belum pernah ketemu dia lagi setelah hari pernikahan gue. Tapi yang penting buat gue sekarang, gue harus bisa bersyukur dalam kondisi hidup gue yang paling sulit. Karena, Mang Kohar bisa mensyukuri lebih banyak hal daripada gue.

1 comment:

Anton Rizki said...

so inspiring man... mantap. sepertinya gue jg banyak harus berubah nih..

man, enak banget baca tulisan lo, gue rasa lo ada bakat nulis. flownya enak banget. ngalir aja gitu. simple dan jadi keliatan spontan.

i wish i had that kind of ability.

cheers!!