Pada suatu siang di penghujung 2007, gue ajak Desti ke daerah pemukiman agak padat di Kesambi Dalam, Cirebon. Setelah menelusuri gang dan beberapa belokan kami pun sampai. Sebuah madrasah dengan anak-anak kecil mengaji mengisi waktu di sore hari.
Gue pun kembali melihat wajah teduh itu setelah sekian lama, semakin renta. Ustadz Bahrun. Gue mengucap salam dan mencium tangannya. Beliau meminta agar kita berbincang di rumah saja. Langkahnya tertatih akibat stroke namun menolak dituntun. Sepanjang jalan di berkata kepada para tetangga.
"Ini Faya anak dokter Maman, murid saya..," ujarnya berulang-ulang.
Sambil berbincang tentang isu-isu terakhir yang gue liput, kami pun tiba di rumahnya. Kita ingin memberitahu, Desti akan segera kuliah ke Korea (waktu itu belum tahu kalau akhirnya Allah mengumpulkan kami di Jerman : )).
Selalu ada keinginan di dalam hati untuk menyampaikan semacam laporan kemajuan hidup gue hehehehe. Hal itu berangkat dari sebuah hubungan guru dan murid yang panjang.
Ustadz Bahrun adalah orang yang mengajarkan gue mengaji, shalat, dll. Ustadz Bahrun juga yang menganulir Ijab Kabul gue waktu mau nikah ama Desti hiks hiks. Alasannya ada jeda sepersekian detik antara Ijab dan Kabul hehehehe. Perfection is a must, padahal penghulunya aja udah bilang okay.
Sejak SD gue belajar ama beliau. Dan gue bukanlah sosok murid yang baik hehehe. Sering dulu gue mogok mengaji, kalau sudah begitu, Pak Ustadz, begitu aku memanggilnya, mulai mendongeng soal nabi-nabi. Kalau sudah mendongeng, gue terkesima. Seru gitu ceritanya.
Alhasil...... gue tetap mogok mengaji hehehehehe. Alasannya supaya Pak Ustadz cerita lagi soal nabi-nabi. Tapi alhamdulillah Al Qur'annya khatam juga.
Di penghujung pelajaran, ada pesan yang selalu beliau sampaikan. Berulang-ulang. "Faya, 'Ilmu' itu hurufnya tiga, Aliiyun, Latiifun, Maliikun. Orang yang berilmu itu akan tinggi derajatnya, halus budi pekertinya, dan dia menjadi raja," kata beliau.
Di kesempatan lain beliau bilang, "Faya, 'Taqwa' itu hurufnya empat, Tawadhu, Qanaah, Wara, Yakin. Orang yang bertaqwa itu rendah hati, lapang hati, hidupnya seimbang, dan yakin,"
Tujuh kategori itu terus terekam dalam memori, karena gue tahu murid mengajinya ngga cuma gue dan Teteh Fanny. Masih banyak yang lain, dan Pak Ustadz selalu bercerita kalau ada muridnya yang sukses dalam pendidikan.
Tujuh pesan itu menjadi semangat gue, karena gue ingin suatu saat Pak Ustadz juga cerita ke murid-murid ngaji dia, kalau yang namanya Faya juga membanggakan dia. Simpel kan? Tapi dari satu keinginan sederhana, pesan beliau menjadi bahan bakar gue untuk terus belajar belajar dan belajar. Karena gue tahu, banyak yang lebih pinter dari gue. Gue bisa lebih maju dan berkembang ketika gue mau belajar.
Nggak peduli gue dimarahin berapa kali ama guru, dosen, atau atasan gue karena berbuat salah, gue nggak boleh berhenti. Karena kesalahan gue adalah pelajaran juga buat gue. Dan kalau ada orang selain orang tua gue yang harus tahu tentang kemajuan gue, beliau adalah Ustadz Bahrun.
Terakhir ketemu beliau adalah Oktober 2008. Sambil menikmati sore dengan secangkir teh panas dan kue, gue 'melapor' akan segera berangkat ke Jerman dan akan tetap menulis berita. Tapi gue tahu semua 'laporan' itu tidak akan pernah bisa impas dengan apa yang telah beliau lakukan.
Menjadikan si Faya ini manusia yang terus mau belajar. Gue berdoa agar Allah memberi pahala yang tidak pernah terputus untuk beliau, atas ilmu yang bermanfaat. Pak Ustadz...... terima kasih.......
Tuesday, February 3, 2009
Saturday, January 24, 2009
Catatan Mama Zahra: Zahraku Sakit

Tadinya sekalian mau ngajak Zahra supaya ikutan TPA bareng anak-anak Indonesia lainnya. Tapi... tiba-tiba Zahra muntah-muntah setelah aku suapin beberapa sendok sup. Awalnya batuk sesekali, trus tiba-tiba aja dia muntahin semuanya.... Haduhh... sia-sia deh makanan yang udah sempet masuk ke lambung dia. Habis ga bersisa. Habis itu Zahra keliatan lemes sekali, gak ceria dan tampak "nakal" seperti biasanya. " Zahra gak mau makan lagi mama.... ga enak", cetus Zahra. Aku coba rayu dengan makan roti dan selai coklat kesukaan dia. Tapi cuma mau setengah lembar roti aja... Ya sudahlah daripada nggak sama sekali.
Makin lama batuknya makin parah... Sepertinya ada dahak yang mengganjal di tenggorokan dia. Untungnya masih ada sedikit sisa obat di lemari, bawaan dari Indonesia. Tinggal sisa 2 sendok teh obat batuk dan flu dan sebotol paracetamol syrup. Kepikiran juga mau ke dokter, tapi baru inget kalo Minggu ga ada yang buka. Malemnya Zahra batuk-batuk dan muntah lagi, padahal perutnya blom diisi apa-apa. Jadilah kami berdua gantian jagain Zahra.
Senin pagi, Zahra sepertinya udah baikan. Papanya nganter Zahra ke KITA (playgroup-red), dan aku ke kampus. Siangnya Zahra dan papanya balik ke rumah. Zahra tampak kelelahan sekali, dan napasnya bunyi "ngikk...ngik.." kaya yang lagi bengek aja nih. Olala.. ternyata Zahra abis diajak jalan-jalan ke taman kota yang jaraknya sangat jauh buat ukuran anak kecil, kira-kira 800 meter sekali jalan, so.. totalnya dia musti jalan kaki 1,6 Km (hihi...matematikanya dipake nih..).
"Kaki Zahra sakit mah... Cape.. Tadi sama Frau Silke diajak jalan ke taman sama temen-temen", kata Zahra. Waduh...beneran nih orang Jerman, ga bisa tahan liat matahari nongol dikit aja, langsung minta jalan-jalan ke luar. Hari itu memang matahari bersinar cukup terang di hari yang dingin saat Winter ini.
Malamnya.. batuk Zahra makin menjadi. Kali ini ditambah demam yang cukup tinggi. Zahra makin rewel aja, nangis terus dan ga bisa tidur nyenyak. So..this gonna be another night for us to stay awake for Zahra. Kita putuskan besok pagi Zahra gak masuk KITA dulu dan dibawa ke Dokter Anak. Tapi.... blom tentu juga bisa dibawa ke Dokter Anak hari itu juga, karena disini kudu bikin janji dulu. Segala jenis jasa Dokter disini ga bisa instant hari itu juga kita datang.. musti reservasi dulu.. gimana kalo ada sakit gawat darurat tengah malem?? Masa kudu janjian dulu.. keburu "lewat" dong pasiennya.. hehehe...
Alhamdulillah paginya pas kita telepon Dokter Cremer, ternyata bisa bikin janji hari itu juga jam 11 pagi (lagi sepi order nih dokter..heheh..). Tapi kita juga masih cemas, apa iya yang dialami Zahra ini bakalan dianggap penyakit. Sebelumnya aku pernah bawa Zahra ke dokter ini juga, karena Zahra sejak awal Winter di bulan November pilek ga sembuh-sembuh... Ada kali 3 minggu itu pilek ga ilang. Tapi gak dikasih obat apa-apa sama dokter, cuma disuruh pulang aja dan kasih pesen minum yang banyak. Coba kalo dokter Indo.. huh.. langsung deh resepnya banyak plus antibiotik si obat andalan.
Sama Dokter Cremer, Zahra dikasih resep satu doang. Sirup Obat Batuk extract daun Thyme.. obat batuk herbal gitu. Walah, ini Jerman kok jadi tradisionil gini ya? Jadi inget iklan obat panas dalem, "Extract Thyme! Ini dipake juga in my country!"
Alhamdulillah kita punya asuransi, kalo nggak mah gak tau deh musti bayar jasa dokternya berapa. Disini kalo biaya jasa yang menggunakan tenaga orang lain harganya mahal luar biasa. Mau pindahan nyewa mobil harganya 110 euro per jam (plg murah), manggil teknisi internet kalo ada masalah koneksi sekali dtg 60 eur0 (dengan kerjanya yang cuma satu menit ajah). Apalagi bayar dokter.. wedehh ga kebayang. Tapi untuk obatnya kita musti bayar, dengan harga Student.. lumayan lah cuma 6,5 Euro.
Hari ini... udah hampir seminggu Zahra sakit. Yang berkurang sih demamnya doang. Batuk dan pileknya masih ada (dan ga dikasi obat pilek lagi..hiks..). Sekarang dia udah bisa tidur lumayan lama, paling-paling kebangun lagi setelah tidur 3-4 jam, karena batuk dan ngeluarin dahak. Suaranya sampe hilang. Aduh...kasian banget Zahraku...lemes banget. Aku sempet mikir, betapa berharganya keceriaan dan 'kenakalan' Zahra selama ini, dibanding melihat kesakitan dan kesedihan dia. Ada rasa menyesal kenapa selalu memarahi Zahra kalo dia suka iseng, berantakin rumah, bandel. Sekarang aku kangen bandel dan cerianya Zahra.
Zahraku sayang... cepet sembuh yaa... jangan sakit lagi. Sekarang giliran mama dan papa yang ketularan sakitnya Zahra, ketika Zahra udah mulai membaik. Tapi gapapa.. yang penting Zahra sehat. Mama kangen Zahra yang makannya banyak, suka nyanyi-nyanyi di depan kaca sambil egal egol pantatnya..hiihihi...We miss your cheerfull Zahra. Get well soon dear...
Memahami Niat Zahra

Dan kata-kata itu pun keluar begitu saja dari mulut kita. "Bikin berantakan aja!", "Itu kan baru dibersihin!", "Apa-apaan sih!", "Hayo! Kamu bikin ulah apa lagi?", "Bisa diem ngga sih?", "Jangan dimakan! Kotor!".
Sebenarnya apa sih yang ada dipikiran seorang anak, ketika dia berbuat sesuatu yang membuat orang tuanya berkacak pinggang?
Dan kami pun memutuskan untuk bertanya ketika Zahra "berulah" untuk yang kesekian kali. Jadi pada suatu pagi, saat mama dan papanya bekerja dengan laptop dari atas kasur, Zahra datang sambil berlari.
Mukanya berlumuran selai coklat yang berasal dari roti yang semestinya menjadi sarapan dia. Huuuuuh, kenapa lagi ini anak? Tapi sebelum kita memutuskan untuk ngomel, kita tanya dulu tersangka cilik kita ini.
"Zahra, kenapa mukanya dilumuri coklat begitu?"
"Zahra mau lucu Pah!" ujarnya dengan cengir nakal.
Olala, dibalik hasil akhirnya yang kacau balau, Zahra hanya ingin melucu dan mencari perhatian mama dan papa. Untung kami bertanya, kalau tidak kita membuang energi sia-sia dengan mengomeli dia.
Di saat lain mukanya kembali berlumuran..... yoghurt. Yang memang dengan sengaja dia oles ke seluruh mukanya. Dengan resep bertanya, jawabannya ternyata begitu polos.
"Zahra lagi pakai pelembab kaya mama," ujarnya.
Ternyata, kami salah menangkap niat Zahra dan lebih melihatnya sebagai ulah yang berlebih-lebihan. Dan betapa banyak niat polos anak-anak kita, yang sayangnya kita nilai sebagai cari masalah. Karena terkadang hasil akhirnya juga memang berantakan hehehe.
Akhirnya kami memutuskan untuk menilai perbuatan Zahra berdasarkan niatnya. Selama niatnya positif, tidak masalah jika kami harus membereskan barang-barang di rumah berulang kali. Zahra is just a little baby girl.
Thursday, January 1, 2009
Kein Englisch, Bitte

Termasuk pegawai kantor imigrasi yang enggan berbahasa Inggris. Padahal mereka berurusan dengan orang asing yang komunikasinya baru nyambung kalao ngomong Inggris.
Apalagi gue tinggal di kantong imigran di Wedding, Berlin. Orang Turki ada di mana-mana. Tapi imigran sih mending, bisa ngomong Inggris. Tapi ama teman sebangsa setanah air pada ngomong bahasa masing-masing. Yang Turki ngomong Turki, Vietnam ngomong Vietnam, Cina ngomong Cina.
Sampai beberapa kali gue beli produk makanan, termasuk juice apel yang ada gambarnya ini. Saking menghargai multikulturalisme, penjelasan produk makanan dibuat 8 bahasa. Jerman, Prancis, Italia, Portugis, Spanyol, Ceko, Polandia, Russia, Hongaria. Yang nggak ada bahasa Inggris!
Kok bisa? Dari kemungkinan paling besar, bahasa Inggris sebagai bahasa internasional luput dari hitungan. Tapi ya gitu deh, kein englisch bitte. No english please
Perdana...perdana

Sebenarnya pengen nulis feature yang ringan-ringan sebagai awalan, tapi waktu itu bahannya belum lengkap. Di sisi lain KBRI kedatangan Menneg PAN Taufik Effendy.
Jadilah gue liputan hardnews dulu. Mana sebenernya acaranya formalitas gitu doang, ngga nendang banget buat jadi berita.
Jadilah gue otak-atik angle biar menarik dibaca pembaca. Ya akhirnya itu tuh yang jadi judulnya, Mereformasi Birokrat Sampai Isi Kepala.
Sekarang sih udah lumayan banyak berita dan foto-foto liputannya. Topiknya sudah jauh lebih menarikMinimal seminggu satu lah. Silahkan dinikmati: Laporan dari Jerman!
Thursday, December 25, 2008
Papa, Mama, Zahra Minta Maaf......
Meminta maaf menjadi sebuah pelajaran penting untuk kami sekeluarga. Pada suatu malam, Zahra sudah sedemikian nakalnya. Zahra mencakar pipi Papanya sampai berdarah.
Kami pun memutuskan memberi hukuman untuk dia. Tapi kita tidak suka dengan konsep hukuman fisik. Jadi kami memberikan hukuman yang ringan untuk kita tapi berat untuk Zahra.
Zahra boleh bermain dimana pun di apartemen kami, tapi..... dia tidak boleh bermain di kasur bersama Mama dan Papanya. Zahra boleh bermain di kasur dengan syarat, dia meminta maaf kepada Papanya.
Kami merasa itu akan menjadi pembelajaran yang baik, karena selama ini kami memperhatikan, dia tidak pernah meminta maaf dan selalu merasa benar. Saat merebut mainan sepupunya Saskia, atau saat mencubit tantenya Bi Aina. Zahra tidak pernah mau meminta maaf.
Benar saja, Zahra memaksa main di kasur. Tapi tentu saja kami halangi karena dia belum meminta maaf. Semakin kami halangi, Zahra semakin marah dan mulai menangis bahkan berteriak-teriak. Tapi sayangnya dia tetap tidak mau meminta maaf.
"Zahra nggak mau minta maaf, kayak orang bodoh!" teriaknya yang juga membuat kami kaget. Inikah yang ada dipikirannya selama ini tentang meminta maaf.
"Zahra, kan Zahra sering lihat Papa minta maaf kalau punya salah sama Mama, juga sebaliknya. Meminta maaf itu tidak bodoh Zahra. Itu berarti Zahra anak shalihah kalau meminta maaf," kata Desti.
Dua jam lebih berlalu, Zahra tetap berteriak-teriak dan tidak mau minta maaf. Wajahnya terlihat lelah dengan air mata bercucuran. Kami sungguh tidak tega melihatnya. Padahal asal dia bilang maaf, dan semua ini berakhir. Sayang Zahra begitu keras kepala hingga dia kelelahan.
Desti pun memeluk dia sampai Zahra tertidur. Setelah Zahra ditidurkan, kami berpelukan. "Ma, kita coba lain kali ya," kata gue. Apa kami terlalu keras terhadap dia? Kami juga tidak mau menjadi orang tua yang kejam.
Pada pagi harinya, Desti sedang menyiapkan sarapan dan gue membereskan kamar tidur. Zahra tiba-tiba berlari dari arah ruang makan dan memeluk gue.
"Papa, Zahra minta maaf," ujarnya dan gue bengong. Lalu dia pun lari ke dapur sambil gue susul dari belakang.
"Ma, Zahra udah minta maaf sama Papa," kata gue. Zahra pun lalu memeluk mama.
"Mama, Zahra minta maaf,"
Orang tua mana yang tidak luluh kalau anaknya meminta maaf dengan tulus. Kami pun memeluk Zahra erat-erat. Pelajaran meminta maaf kami ternyata berhasil. Dan Zahra pun duduk senang menikmati yoghurt strawberry kesukaannya sebagai hadiah.
Sejak saat itu meminta maaf menjadi lebih mudah untuk Zahra. Maaf saat dia menumpahkan jus jeruk. Maaf saat dia ribut waktu mamanya main gamelan di KBRI. Dan maaf-maaf yang lain.
Di sisi lain, kami pun selalu berusaha memberi contoh di depan dia saat kita saling meminta maaf. Meminta maaf adalah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah. Meminta maaf tidak hanya menjadi pelajaran penting buat Zahra, tapi juga buat gue dan Desti.
Kami pun memutuskan memberi hukuman untuk dia. Tapi kita tidak suka dengan konsep hukuman fisik. Jadi kami memberikan hukuman yang ringan untuk kita tapi berat untuk Zahra.
Zahra boleh bermain dimana pun di apartemen kami, tapi..... dia tidak boleh bermain di kasur bersama Mama dan Papanya. Zahra boleh bermain di kasur dengan syarat, dia meminta maaf kepada Papanya.
Kami merasa itu akan menjadi pembelajaran yang baik, karena selama ini kami memperhatikan, dia tidak pernah meminta maaf dan selalu merasa benar. Saat merebut mainan sepupunya Saskia, atau saat mencubit tantenya Bi Aina. Zahra tidak pernah mau meminta maaf.
Benar saja, Zahra memaksa main di kasur. Tapi tentu saja kami halangi karena dia belum meminta maaf. Semakin kami halangi, Zahra semakin marah dan mulai menangis bahkan berteriak-teriak. Tapi sayangnya dia tetap tidak mau meminta maaf.
"Zahra nggak mau minta maaf, kayak orang bodoh!" teriaknya yang juga membuat kami kaget. Inikah yang ada dipikirannya selama ini tentang meminta maaf.
"Zahra, kan Zahra sering lihat Papa minta maaf kalau punya salah sama Mama, juga sebaliknya. Meminta maaf itu tidak bodoh Zahra. Itu berarti Zahra anak shalihah kalau meminta maaf," kata Desti.
Dua jam lebih berlalu, Zahra tetap berteriak-teriak dan tidak mau minta maaf. Wajahnya terlihat lelah dengan air mata bercucuran. Kami sungguh tidak tega melihatnya. Padahal asal dia bilang maaf, dan semua ini berakhir. Sayang Zahra begitu keras kepala hingga dia kelelahan.
Desti pun memeluk dia sampai Zahra tertidur. Setelah Zahra ditidurkan, kami berpelukan. "Ma, kita coba lain kali ya," kata gue. Apa kami terlalu keras terhadap dia? Kami juga tidak mau menjadi orang tua yang kejam.
Pada pagi harinya, Desti sedang menyiapkan sarapan dan gue membereskan kamar tidur. Zahra tiba-tiba berlari dari arah ruang makan dan memeluk gue.
"Papa, Zahra minta maaf," ujarnya dan gue bengong. Lalu dia pun lari ke dapur sambil gue susul dari belakang.
"Ma, Zahra udah minta maaf sama Papa," kata gue. Zahra pun lalu memeluk mama.
"Mama, Zahra minta maaf,"
Orang tua mana yang tidak luluh kalau anaknya meminta maaf dengan tulus. Kami pun memeluk Zahra erat-erat. Pelajaran meminta maaf kami ternyata berhasil. Dan Zahra pun duduk senang menikmati yoghurt strawberry kesukaannya sebagai hadiah.
Sejak saat itu meminta maaf menjadi lebih mudah untuk Zahra. Maaf saat dia menumpahkan jus jeruk. Maaf saat dia ribut waktu mamanya main gamelan di KBRI. Dan maaf-maaf yang lain.
Di sisi lain, kami pun selalu berusaha memberi contoh di depan dia saat kita saling meminta maaf. Meminta maaf adalah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah. Meminta maaf tidak hanya menjadi pelajaran penting buat Zahra, tapi juga buat gue dan Desti.
Zahra dan Snow White

Zahra sudah mulai bosan dengan beberapa lagu anak-anak berbahasa Indonesia, Inggris atau Jerman, juga Baby Einstein. Kita coba browsing film-film klasik Disney dan kita nemu... Snow White.
Kami sekeluarga sangat menikmati film itu. Zahra senang dengan banyaknya hewan yang lucu di film itu. Juga kurcaci-kurcaci sahabat Snow White. Filmnya jadi mengharukan saat Snow White makan apel beracun. Zahra membuat analisa sendiri.
"Pah, Puteri Saljunya sakit perut makan apel ya???"
Akhirnya sang pangeran datang mencium sang puteri untuk membebaskan kutukannya. Snow White pun pergi dengan sang pangeran...... The End.....
Tapi... kok tiba-tiba Zahra mukanya mau nangis gitu. Bibirnya pun menyan menyon menahan nangis.
"Zahra kenapa?" kata Desti....
"Kok puterinya pergi? Kurcacinya ditinggalin ya Ma??" kata dia dengan mata berkaca-kaca. Lalu dia nangis tersedu-sedu.
Aduuuuuuh Zahra kami yang lucu, rupanya dia mudah terharu gitu hehehehehehe. Dia rupanya terbawa perasaan menonton film Snow White. Dia pikir filmnya sad ending dengan adegan puteri meninggalkan sahabat-sahabatnya... Zahra absolutely dislike the farewell scene.
Jadilah kami menjelaskan, "Zahra, mereka tidak berpisah. Puterinya pulang dulu ke istana dengan pangeran. Kan nanti puterinya bisa maen lagi ke hutan kalau mau bertemu kurcaci". Zahra seemed to understand.
Next time, kita nonton Cinderella. Adegan penutupnya, Cinderella dijemput pangeran setelah dia terbukti sebagai puteri bersepatu kaca. Cinderella meninggalkan semua teman-teman hewannya yang lucu.
Walah....alamatan nangis lagi nih anak. Eh bener kan mulutnya menyan menyen lagi dengan mata berkaca-kaca. Jadilah buru-buru Desti memeluk dia sambil membuat klarifikasi sebelum dia salah paham lagi hehehehehe.
"Zahra, Cinderellanya cuma pergi sebentar kok ama pangeran. Kan nanti bisa balik lagi," kata Desti.
Zahra kami itu, dibalik sifatnya yang super aktif, banyak akal cenderung bandel, jago ngeles, plus galak, ternyata...... perasaaannya halus..... We love you Zahra....!
Leunca!!!!

Yang paling membahagiakan adalah sekarang bisa balik lagi ke istana saingan Versailles ini bareng Desti dan Zahra. Ini salah satu dari sekian banyak doa yang dikabulkan Allah. Alhamdulillah.
Istana ini masih tetap romantis seperti dulu. Alhamdulillah dari sekian banyak hari di musim gugur yang mendung atau hujan, hari itu matahari bersinar cerah. Kami sangat-sangat menikmati berkeliling di istana kerajaan Prussia ini.
Zahra bisa liat bebek-bebek yang bulunya cantik-cantik. Dan sama-sama menikmati sandwich yang Desti bikin untuk bekal.
Akhirnya kita sampai di kebun anggur istana yang disusun indah berundak-undak. Kalau dilihat dari kolam ke arah istana, bentuknya bagus banget. Seperti foto yang di atas itu. Sayang sudah mau masuk winter, jadi sudah tidak berbuah.
Kita pikir ini pengalaman bagus buat Zahra melihat langsung pohon anggur. Jadi Desti mencari-cari dan ternyata masih ada sisa-sisa buah anggur yang kacingkalang alias gagal matang. Ukurannya pun lebih kecil dari anggur biasa.

"Ini leunca ya ma!!!"
HAHAHHAHAHAHA ya ampun Zahra, kok ada leunca alias lalapan orang Sunda di Istana raja Jerman. Wah ini sih pasti gara-gara Zahra suka bantuin Nin Ratti dan Uu di Cirebon metik leunca. Zahra pikir itu buah yang sama karena bentuknya sama-sama kecil dan sudah menghitam.
Friday, November 21, 2008
The First Snow

Zahra pun sangat-sangat-sangat excited. Dengan mata yang berbinar menatap jendela melihat bunga-bunga es berguguran. Melayang pelan sambil bercampur dengan hujan gerimis yang memang sudah turun sejak subuh.
Salju turun cuma setengah jam. Rupanya, sang awan masih belajar bikin salju tahun ini. Padahal dengan global warming, gue pikir ngga akan lihat salju di Berlin, kudu ke Swiss hehe. Tapi dari situs cuaca Jerman 'Wetter.de' suhu hari ini cuma mentok 3 derajat Celcius, dan nanti malem 0 derajat. Brrrrrrrrr!
Balik salat Jumat, jam 4-an menjelang magrib, salju turun lagi. Lebih banyak dari pada tadi pagi. Gue buka jendela apartemen karena Zahra penasaran mau megang salju. Gue yang menjulurkan tangan jauh jauh ke luar jendela.
"Mana Pah saljunya?" seru Zahra girang melihat bunga es yang mendarat di telapak tangan gue dan dengan cepat mencair.
Ini juga pertama kali gue lihat salju (ndeso mode ON). Secara setahun di Australia, gue tinggal di Rockhampton yang sama panasnya kaya di NTT. Desti waktu di Korea malah udah duluan maen salju .
Yang jelas, tadi pagi gue, Desti dan Zahra di ruang makan bisa menikmati salju yang turun di luar jendela. Hadiah yang romantis dari Allah di hari ulang tahun pernikahan kita yang keempat......
Friday, November 7, 2008
Ersten Wochen

Tapi hari-hari pertama jelas milik Zahra, yang kembali utuh mendapatkan kedua orang tuanya. Dia bahagia banget, dan kebahagiaannya jadi semangat buat kami.
Kita tinggal di Sparrstrasse 27, Wedding, Berlin, di sebuah wohnung (apartemen) di lantai 4 dari total 5 lantai. Di depannya ada taman dan lapangan bola. Tentu saja di tengah musim gugur, semuanya daun serba merah dan kuning. Favorit Zahra duduk di bingkai jendela besar (yang dikunci sangat-sangat rapat dan aman). Soalnya dia bisa lihat taman di depan wohnung.


Komunikasi dengan Indonesia juga ngga masalah. Di hari terakhir di Indonesia masih sempat ngajarin mama chatting pake Yahoo Massenger. Jadi neneknya Zahra ini tinggal kirim sms kapan mau chatting terus kita online bareng. Paling yang punya warnet bingung liat ada ibu-ibu nyelip di antara anak-anak yang lagi ngenet ato maen game online hehehe.

Subscribe to:
Posts (Atom)