Judi dinyatakan ilegal di Hong Kong. Lalu ke mana para penggemar adu nasib ini harus pergi? Macau dengan luas 29 km persegi pun menjelma menjadi surga dunia bagi mereka. Usai bikin berita soal aktivitas Muslim di Hongkong, kami mengumpulkan tenaga di Konjen RI Hongkong, untuk perjalanan malam hari itu.
Macau adalah pelafalan Portugis dari dialek lokal A Ma Gao yang berarti kuil A Ma. Ini adalah tempat sembahyang masyarakat setempat sebelum kemudian penjajah Portugis datang pada 1550-an. Masyarakat sendiri menyebut daerah ini Ou Mun.
Sejak diserahkan kembali ke Cina pada akhir 1999, Macau disulap menjadi lokasi perjudian untuk menyaingi Las Vegas. Dengan 29 kasino raksasa dan ratusan tempat hiburan malam, Macau menjadi magnet bagi mereka yang ingin mencoba peruntungan dari Hong Kong, Cina daratan dan berbagai belahan dunia.
Macau memiliki bandara internasional, namun warga Hong Kong biasa pergi ke Macau menggunakan Ferry cepat Turbo Jet dari Hong Kong Ferry Terminal di Sheung Wan. Harga tiketnya HK$ 172. Ferry berangkat setiap 15 menit selama 24 jam. Namun antara pukul 00.00-06.00, ferry berangkat 1 jam sekali.
Pada saat kami membeli tiket, Rabu (16/8/2007), ternyata banyak orang yang memberi kode tangan. Rupanya banyak calo yang berdiri di sekitar loket. Mereka menawarkan tiket dengan harga miring, HK$ 150, namun siapa berani menjamin, kami pun tidak mempedulikannya.
Setelah perjalanan satu jam, kami pun tiba di Macau pukul 20.00 waktu setempat. Gemerlap kasino-kasino raksasa membuat langit malam di Macau menyemburat merah. Bangunan kasino bermacam-macam bentuknya untuk menarik para penjudi. Ada yang mirip istana kaisar, bola lampu raksasa, istana Tibet, atau mulut naga.
Baru saja turun dari ferry, beberapa orang membagi-bagikan brosur. Isinya adalah tawaran paket hiburan plus-plus, mulai dari striptease yang dibandrol HK$ 300 sampai iklan layanan jasa seks komersial mulai harga HK$ 800. Jangan heran, selain perjudian, bisnis prostitusi juga legal di Macau.
Sepertinya, aktor Chow Yun Fat memiliki tempat tersendiri bagi Macau. Wajah aktor yang terkenal dengan film Gods of Gambler (Dewa Judi) ini muncul di pintu-pintu taksi dengan gaya sedang berjudi.
Semua papan petunjuk informasi dibuat dalam dua bahasa, Portugis dan Mandarin. Usai kami mengisi perut, kami memutuskan pergi ke ujung Jalan Avenida, Dr Rodrigo Rodrigues. Di sini ada ruang terbuka yang cukup luas dan kami bisa memandang ke banyak Casino besar di sekiling kami.
Malam kian larut, namun justru kota ini tidak menunjukan tanda-tanda akan tidur. Ratusan orang hilir mudik keluar masuk Kasino. Masuk kasino dengan penuh semangat, dan banyak yang keluar dengan wajah lemas.
Saya tidak bisa membayangkan berapa banyak orang yang datang ke sini pada akhir pekan. Lelah dengan hiruk pikuk dunia judi, kami menyingkir ke kota tua Macau. Suasananya sungguh kontras dengan jarak kurang dari 2 km, kami seolah-olah terlempar ke abad 16.
Bangunan-bangunan kolonial yang masih terawat, jalanan dengan ubin batu, langsung dibawa dari Portual, tetap awet sampai kini. Kami menuju ke perbukitan untuk melihat reruntuhan gereja Santo Paulo. Igreja de Santo Paulo, itu namanya.
Terletak di perbukitan, gereja ini menjadi kenangan akan kekuasaan Portugis di masa silam. Dibangun antara tahun 1602-1640, gereja ini habis terbakar pada 1835. hanya bagian depannya saja yang tersisa hingga kini. Sisa sisa reruntuhan gereja ini menjadi ikon Macau.
Waktu sudah masuk dini hari. Kami pun kembali turun ke pusat kota Macau. Kota judi yang tidak pernah tidur.
No comments:
Post a Comment