Macau yang terkenal sebagai kota judi, juga memiliki kota tua sisa penjajahan Portugis. Kota tua yang terawat mampu membuat kita merasa kembali ke abad 16.
Perjalanan menuju kota tua saya mulai dari Igreja de Santo Paulo, Rabu (16/7/2007). Saya memilihnya karena kota tua Macau secara geografis merupakan sebuah bukit. Jadi saya pikir akan lebih baik jika dimulai dari atas lalu turun ke bawah.
Dengan menggunakan taksi dari Jalan Avenida Dr Rodrigo Rodrigues, saya tiba dalam hitungan menit di jalan Rua Horta da Companhia. Gereja Santo Paulo sudah menunggu pengunjungnya.
Gereja Santo Paulo yang bisa dinikmati ini hanya puing-puingnya. Gereja yang dibangun antara 1602-1640 ini ludes dilalap api pada 1835. Hanya bagian depannya yang bertahan. Masih tersisa gaya arsitektur kolonial berupa tiang-tiang yang menjulang dari tembok putih pudar ini.
Dari depan gereja, jalanan langsung menuruni bukit. Batu-batu yang didatangkan langsung dari prtugal digunakan sebagai paving blok. Pada masa silam, batu-batu ini dibawa untuk menjaga keseimbangan kapal dagang portugis.
Di Macau, batu-batu ini diturunkan dan muatan kapal diisi rempah-rempah, keramik dan barang dagang lain dari Cina. Batu-batu ini kemudian dipakai untuk membuat jalan. Lorong-lorong panjang dengan jalan berbatu, dan bangunan 2 lantai di kanan-kirinya sungguh membuatnya mirip seperti negara asal para penjajah ini.
Apalagi suasana malam yang semakin sepi. Lorong kota tua ini tidak ubahnya seperti lorong waktu yang melempar saya kembali ke abad 16. Lorong kota kemudian menjadi jalan batu yang lebih lebar.
Akhirnya saya tiba di alun alun Largo de Senado. Inilah pusat kota Macau di masa lalu. Alun-alun lebar ini memiliki ubin batu putih dan hitam yang diatur seperti gelombang. Di tengahnya ada air mancur yang digunakan masyarakat untuk duduk-duduk.
Seluruh bangunan yang mengelilinya memiliki nilai sejarah. Salah satunya adalah Santa Casa da Misericordia atau Holy House of Mercy. Bangunan yang didirikan oleh uskup pertama di Macau tahun 1569.
Bangunan bergaya neo klasik ini sejatinya adalah rumah sakit bangsa Eropa pertama di Macau. Bangunan ini pada masanya juga mejalankan berbagai fungsi untuk kantor-kantor yang membidangi kesejahteraan masyarakat.
Mobil yang lewat di seberang jalan akhirnya menyadarkan saya bahwa ini adalah tahun 2007 bukan abad 16. Jakarta harus belajar dari Macau. Bukan judinya, tapi bagaimana mereka menyelamatkan kota tua.
No comments:
Post a Comment